Barang siapa di
pagi hari telah mengadukan kesulitannya kepada sesama (mahkluk/manusia),
maka ia telah mengadukan Tuhannya. Dan barang siapa merasa sedih
dengan kondisi duniawinya di waktu pagi, maka dia telah membenci
Tuhannya. Dan barang siapa merendahkan diri di hadapan orang kaya karena
hartanya sungguh telah lenyap dua pertiga agamanya.
Itulah tiga hal yang seharusnya dihindarkan oleh setiap muslim.
Mengingat ketiga hal tersebut memiliki dampak buruk kepada hubungan
manusia dengan Allah swt.
Pertama, hindarkanlah kebiasaan mengeluh kepada sesama akan
kondisi yang ada. Karena hal itu sama artinya dengan menggugat taqdir
Allah swt yang ditetapkan bagi seorang hamba. Mengeluh dan meratapi
nasib yang diderita sama artinya dengan merasa tidak puasa akan
pemberian Allah swt. Ketidak puasan itu adalah manusiawi, tetapi
hendaknya langsung saja diratapkan dalam doa kepada-Nya janganlah
diadukan kepada sesama.
Kedua, hindarkanlah perasaan sedih dengan kondisi yang ada
dipagi hari. Karena hal itu akan menimbulkan rasa tidak ridha dengan apa
yang diberikan Allah kepada kita. Kedua larangan ini adalah bukti
ketdak sabaran seorang hamba akan nasibnya. Sesungguhnya orang yang
sabar tidak akan menggerutu apalagi mengadukan nasibnya kepada sesama.
Kedua hal di atas pada hakikatnya menunjukkan betapa seeorang hamba tidak lagi bersabar. Karena sejatinya sabar adalah Tajarru’ul murarati bighairi ta’bitsin (tahan menelan barang pahit tanpa cemberut). Oleh
karena itu, ketika di pagi hari kita telah menggerutu akan keadaan
nasib kita, berarti kita bukan lagi orang yang sabar. Apalagi hingga
mengadukan nasib kita kepada sesama manusia dengan mengeluhkan
keberadaan dan keadaan yang kita alami.
Ketiga, barang siapa merendahkan dirinya di hadapan orang
kaya karena kekayaannya sungguh telah lenyap dua pertiga agamanya. Poin
ketiga dan terkahir ini dapat dimaknai sebagai larangan Rasulullah saw
akan adanya persaan thama’ dan pengharapan yang tinggi kepada sesama.
Karena pengharapan itu hanya boleh disandarkan kepada Allah swt saja.
Sedangan pada sisi lain juga menunjukkan larangan pengagungan sesama
manusia, apalagi pengagungan itu dilatar belakangi kepimilikan harta,
sungguh hal itu pasti akan berimbas pada penghinaan ilmu dan
kemaslahatan. Bukankah ini telah menjadi fenomena di sekitar kita saat
ini? Di mana orang-orang yang memiliki harta dapat menguasai berbagai
jejaring bahkan dapat menentukan arah ilmu pengetahuan. Bukankah
beberapa wacana yang ada di negeri ini merupakan hasil kerja para
penyandang dana? Na’udzubillahi min dzalik.
Jika demikian adanya berbagai larangan, lantas apakah hal yang
diperbolehkan untuk kita dalam menilai lebih sesama manusia? Islam hanya
memberikan tiga dua kepada umatnya agar saling menghargai dan
memuliakan pertama karena ilmunya, karena kebaikannya.
Selebihnya tidak ada. Jadi siapapun yang memuliakan manusia dengan
berbagai alasan sesungguhnya orang itu telah terjerembab kepada lubang
kecil yang jika dibiarkan akan menenggelamkan diri pada lumpur
kethamakan.
No comments:
Post a Comment