30 December 2010

Musyarakah Akuntansi

“Akuntansi Musyarakah”
Oleh : Aji masyhudi


I. Pendahuluan
Perkembangan baru dalam dunia ekonomi di Indonesia adalah tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi Islam. Satu di antaranya adalah perbankan Islam atau perbankan syariah. Berdasarkan huruf a Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU No. 3 Tahun 2006), perkara bank syari`ah termasuk kewenangan Pengadilan Agama.
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari‟at Islam”. Dapat dipahami bahwa usaha pokok bank syariah adalah mengadakan transaksi-transaksi dan produk-produk bank yang Islami, yakni yang terhindar dari riba, terhindar dari transaksi-transaksi bathil, juga terhindar dari kezhaliman. Oleh karena itu, yang dimaksud bukan sekedar mengarabkan istilah-istilah perbankan, tetapi lebih dari itu harus sejalan dengan prinsip-prinsip syariah dimaksud. Di antara bentuk-bentuk transaksi usaha dalam Islam adalah musyarakah. Bentuk transaksi ini lazim dipraktekkan dalam bank syariah. Karena itu perlu kita ketahui bagaimana produk-produk tersebut berlaku dalam bank syariah, yakni untuk memudahkan analisa apabila terjadi sengketa para pihak. Dalam makalah ini penulis mencoba membahas mengenai akad musyarakah dalam perbankan, mekanisme musyarakah, Karakteristik, Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Musyarakah dan sedikit memberikan contoh akuntansinya. Lebih jelasnya lanjut pada pembahasan berikut.

II. Pembahasan
A. Musyarakah secara Pengertian
Menurut Hanafiyah syirkah adalah Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat mengenai pokok harta dan keuntungannya. Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah Keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing. Menurut Hanabilah yaitu Berkumpul dalam berhak dan berbuat hukum. Sedangkan menurut Syafi`iyah ialah Tetapnya hak tentang sesuatu terhadap dua pihak atau lebih secara merata. Menurut Latifa M.Algoud dan Mervyn K. Lewis musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama.
Sedangkan menurut Sofiniyah Ghufron dkk., al-musyarakah atau syirkah adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, di mana keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Meskipun rumusan yang dikemukakan para ahli diatas secara redaksional berbeda, namun dapat difahami intinya bahwa syirkah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak, baik mengenai modal ataupun pekerjaan atau usaha untuk memperoleh keuntungan bersama.

B. Landasan Hukum Musyarakah
Mengenai landasan hukum musyarakah antara lain firman Allah Swt dalam Surat An-Nisaa ayat 12 dan surat As Shaad ayat 24.

Artinya : “Dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu”.(Qs. An Nisaa : 12)

Artinya : “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.” (Qs. As Shaad : 24)

Juga hadits Nabi SAW yang berbunyi:

قال الله تعالى اناثا الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه فاذاخانه خرجت من بينهما. رواه أبوداود والحاكم

Artinya : “Saya yang ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah satunya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari keduanya”. HR. Abu Daud dan Al-Hakim.

Hadis qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan perkonsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi sikap pengkhianatan.
Secara ijma, bahwa Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni, beliau berkata “kaum muslimim telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

C. Macam-Macam Musyarakah
Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang pertama musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjadi tanpa adanya akad antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia, seperti secara bersama-sama menerima hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersama-sama menjadi ahli waris. Bentuk kedua adalah musyarakah Akad, Musarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberi modal musyarakahnya. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad dibagi menjadi : al `inan, al mufawadhah, al a`maal, al wujuh dan al mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al mudharabah, apakah termasuk dalam kategori musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi sebuah rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Sedangkan yang lain al mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.
1. Syirkah al `Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, setiap orang memberi suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpastisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
2. Syarikah mufawadhah, adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan parsitipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian syarat utama dari jenis musyarakah jenis ini adalah kesamaan dana yang di berikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3. Syarikah a’maal, yaitu syarikah antara dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan bersama-sama dan membagi untung bersama berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian.
4. Syarikah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan pada jaminan tersebut. Kontrak ini lazim disebut kontrak musyarakah piutang.
Dari berbagai macam syarikah tersebut, Syafi‟iyah menolak syarikah wujuh dengan alasan bahwa pada dasarnya dalam suatu syarikah harus ada modal ataupun pembagian beban usaha ataupun pekerjaan, hal ini tidak ada pada syarikah wujuh.

D. Rukun dan Syarat Syarikat Al-‘Uqud
Menurut Hanafiyah untuk terjadinya syarikah al-‘uqud, maka harus ada ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur, rukunnya ada tiga, yaitu: pertama, Dua orang yang berakal sehat, Kedua, Objek yang diperjanjikan dan ketiga adalah Lafaz akad yang sesuai dengan isi.
Lebih lanjut Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad pada umumnya adalah al- ‘aqidaini, mahallu al ‘aqd dan sighat al ‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa Az Zarqa menambah satu lagi, yakni maudhu’ al ‘uqd (tujuan akad). Sedangkan syarat syarikat al ‘uqud pada umumnya adalah:
a. Harus mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan
b. Pembagian keuntungan yang jelas
c. Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada besar kecilnya modal atau kewajiban.

E. Aplikasi Musyarakah Pada Perbankan Syari‟ah
Akad musyarakah dapat diaplikasikan atau dipraktekkan dalam perbankan syariah dalam bentuk antara lain:
1. Pembiayaan, dalam bentuk musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu. Bank dan nasabah sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Kemudian setelah proyek selesai dilakukan, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang disepakati untuk bank. Bagi hasil harus dibagi setelah proyek dikerjakan.
Dalam pekembangannya, akad musyarakah bisa dipraktekkan perbankan dengan pola perkongsian (musyarakah) mengecil atau dikenal dengan musyarakah mutanaqishah. Dalam perbankan akan ini menentukan secara beransur-ansur kepemilikan bank pada nasabah mengecul dan akhirnya aset sebenuhnya milik nasabah. Misalnya nasabah dan bank berkongsi untuk pengadaan barang (rumah). Dari pengadaan rumah tersebut nasabah memiliki porsi 40% dan bank memiliki 60%. Untuk memiliki rumah tersebut nasabah nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank 60%. Kerena pembayaranya berupa ansuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya ansuran nasabah. Barang yang telah diberi secara kongsi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadai 100% dan porsi bank menjadi 0%.
2. Modal Ventura, pada lembaga khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya baik secara singkat maupun bertahap.

1) Fitur Dan Mekanisme
Kerja sama dalam suatu usaha oleh kedua pihak dengan mekanisme diantaranya:
1. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;
2. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
3. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
4. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak,
5. Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
6. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
7. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
8. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
9. Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah;
10. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
11. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.
Berikut skema Musyarakah:

2) Tujuan / Manfaat
Bagi Bank sebagai salah satu bentuk penyaluran dana, sehingga memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola.
Bagi Nasabah memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.

3) Analisis dan Identifikasi Risiko
1. Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
2. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam valuta asing.
3. Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan/ penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/ pencatatan maupun pelaporan.

F. Karakteristik, Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Musyarakah
Musyarakah adalah suatu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangka resiko dibagi berdasarkan porsi dana. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut, sedangkan mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.
Para mitra (syarik) bersama sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun usaha yang tergolong baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap ataupun sekaligus kepada entitas (mitra lain). Investasi musyarakah dapat berbentuk kas, setara kas,atau aset nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lain menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Berikut adalah yang menunjukkan kesalahan yang disengaja yaitu: yang pertama, Pelanggaran atas akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, kedua, Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan atau pihak institusi yang berwenang. Pendapatan musyarakah dibagi kepada para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetor, atau nisbah yang telah disepakati oleh mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai juga dengan dana yang disetor. Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk dana tambahan keuntungan lainya. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah bagi hasil yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama perode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Pengelola musyarakah menganidministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.

1. Akuntansi Untuk Mitra Aktif
Pada Saat Akad
a. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
b. Pengukuran investasi musyarakah: (a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan (b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebaga selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah.
c. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan: (a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan (b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah.
d. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.
e. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
f. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar: (a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan (b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.

Selama Akad
a. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar: (a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau (b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
b. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).

Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
Pengakuan Hasil Usaha
a. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
b. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.
c. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
d. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.
2. Akuntansi Untuk Mitra Pasif

Pada Saat Akad
a. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif
b. Pengukuran investasi musyarakah: (a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan (b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai: (i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau (ii) kerugian pada saat terjadinya.
c. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jik ada)
d. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.

Selama Akad
a. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar: (a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jik ada); ata (b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saa penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
b. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarka untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada).

Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.
Penyajian
a. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk; (c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
b. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
Pengunkapan
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada: (a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain; (b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan (c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Contoh akuntansi Musyarakah
Seorang Pengusaha ternak mengajukan pembiayaan musyarakah ke sebuah bank syariah.
Dari hasil pembicaraan disepakati sebagai berikut:
Porsi bank : 100.000.000
Jangka waktu : 1 tahun
Nisbah : 50% : 50%
Terdapat biaya sebesar 1.000.000 untuk realisasi kerjasama musyarakah tersebut. Berikut pembukuannya
Akuntansinya
1. Realisasi porsi bank sebesar 100.000.000
a. Berupa dana (tunai) seluruhnya
Penyertaan bank langsung dimasukkan ke rekening giro nasabah
Jurnal :
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 100.000.000 -
Giro-Rp - 100.000.000

b. Campuran
a) Dana tunai sebesar 70.000.000
Oleh bank langsung disetor ke rekening giro nasabah
Jurnal:
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 70.000.000 -
Giro-Rp - 70.000.000

Atau disediakan dana pada rekening Pembiayaan Musyarakah, sehingga setiap penarikan maupun setoran, mutasinya langsung di rekening tersebut
b) Berupa pakan sebesar 30.000.000
a. Nilai buku = nilai pasar / tunai = 30.000.000
Jurnal
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 -
Persediaan Barang - 30.000.000

b. Nilai buku hanya 20.000.000, sedangkan nilai tunai sebesar 30.000.000, sehingga diperoleh keuntungan sebanyak 10 juta. Jurnal
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 -
Persediaan barang - 30.000.000


Rekening Debet Kredit
Persediaan barang 10.000.000 -
Laba Musyarakah - 10.000.000

Persediaan barang
Persediaan Awal 20.000.000 Pembiayaan Musyarakah 30.000.000
Laba 10.000.000
Jumlah 30.000.000 30 000.000

Nilai buku sebesar 35 juta, sedangkan nilai pasar wajar adalah 30 juta, jadi rugi 5 juta.
Jurnal :
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 -
Persedian barang - 30.000.000

Rekening Debet Kredit
Rugi Musyarakah 5.000.000 -
Persediaan Barang - 5.000.000

Persediaan barang
Persediaan Awal 35.000.000 Pembiayaan Musyarakah 30.000.000
Rugi 5.000.000
Jumlah 35.000.000 35.000.000

2. Distribusi biaya musyarakah sebesar 1 juta misal biaya notaris.
a. Saat pembayaran biaya
Jurnal
Rekening Debet Kredit
Rekg Transitoris- Rp 1.000.000 -
Giro-Rp / kliring - 1.000.000

b. Distribusi biaya
1. Beban bank seluruhnya
Jurnal:
Rekening Debet Kredit
Biaya Musyarakah 1.000.000 -
Rekg Transitoris- Rp - 1.000.000

Bila dari awal disepakati bahwa beban biaya notaris menjadi beban bank, maka tanpa melalui jurnal pada butir a, jurnal secara langsung sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Biaya Musyarakah 1.000.000 -
Giro-Rp / kliring / kas - 1.000.000






2. Bank dan nasabah pembiayaan masing-masing dibebani separo (lanjutan butir a)
Beban bank
Jurnal
Rekening Debet Kredit
Biaya Musyarakah 500.000 -
Rekg Transitoris- Rp - 500.000

Beban debitur dilimpahkan ke giro nasabah
Rekening Debet Kredit
Giro Rp 500.000 -
Rekg Transitoris- Rp - 500.000

3. Saat jatuh waktu pembiayaan musyarakah.
Berdasarkan perhitungan terdapat kelebihan dana musyarakah sebesar 10 juta, yang ditampung direkening nasabah pembiayaan.
Porsi dana bank dikembalikan

Jurnal:
Pembagian keuntungan 50% : 50%

Rekening Debet Kredit
Giro Rp Debitur 5.000.000 -
Keuntungan Musyarakah - 5.000.000






Pengembalian dana bank

Rekening Debet Kredit
Giro Rp Debitur 100.000.000 -
Keuntungan Musyarakah - 100.000.000






III. Penutup
a. Kesimpulan
Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Musyarakah dapat berupa musyarakah permanen maupun menurun. Musyarakah permanen modalnya tetap sampai akhir masa musyarakah, musyarakah menurun modalnya secara beransur-ansur menurun karena dibeli oleh mitra musyarakah.
Keuntungan atau pendapatan musyarakah dibagi berdasarkan kesepakatan awal sedangkan kerugian musyarakah dibagi secara proporsional berdasarkan modal yang disetor.
Setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh : tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan yang telah ditentukan dalam akad, atau hasil putusan dari pengadilan.




b. Refernsi
Afandi, M. Yazid, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta, Logung Pustaka, 2009). h. 130
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani, Jakarta, 2001
Dasuki, H.A.Hafizh et al, Ensiklopedi Islam, Jilid I, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994
Dewi, Gemala, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2006
Saabiq, As-Sayyid, Fiqh As-Sunnah, Jilid III, Daar Al-Kitaab Al-„Arabiyi, Beirut, 1985
Ghufron, Sofiniyah, dkk. (Penyunting), Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah,Renaisan, Jakarta, 2005
Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia 2008
Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2010.
Latifa M.Algaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syari’ah, Prinsip, Praktik dan Prospek, (Terjemahan Burhan Wirasubrata), PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005
Muhammad, Dwi Suwiknyo, Akuntasi Perbangkan Syariah, Yogyakarta: TrustMedia Plublishing. 2009
Qudamah, Abdullah ibn Ahmad, Mughni wa Syarh Kabir, Beriut: Darul Fikr, 1979
Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islaamiyu wa Adillatuhu, Juz IV, Daar Al-Fikri, Damaskus, 1989

21 December 2010

Hukum Perdagangan Islam

PENGERTIAN Jual beli (bai') menurut bahasa menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedang menurut terminologi syari'at Islam adalah mempertukarkan harta dengan harta yang lain dengan cara tertentu (diizinkan syara').[1]

Islam menghalalkan perdagangan sebagai salah satu ikhtiar mencari karunia dari Allah. Allah berfirman (artinya) : dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS Al-Baqarah : 275). Sebagai suatu akad (transaksi), jual beli

18 December 2010

Manajemen Kredit Syari’ah Bank Muamalat

MANAJEMEN KREDIT SYARIAH BANK MUAMALAT
Oleh:
Chairuddn Syah Nasution

Abstraksi
Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-konvensional. Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank muamalat dengan sistem syariah. Suatu hal yang sangat menarik, yang membedakan antara manajemen bank muamalat dengan bank umum adalah terletak pada pemberian balas jasa, baik yang diterima oleh bank maupun para investor.

Perdagangan Bebas Menurut Islam

Pengokohan Dominasi Kaum Neolibertarian

Ditengah kondisi perekonomian nasional yang masih carut marut. Pemerintah tetap ngotot memberlakukan China - ASEAN Free Trade Area (CAFTA) sejak tanggal 1 Januari 2010 lalu. Seperti halnya kebijakan-kebijakan sebelumnya semacam kebijakan penghapusan subsidi, pengetatan fiskal, reformasi perpajakan, dan privatisasi BUMN kebijakan pasar bebas tidak lepas dari pro dan kontra. Sebagian orang, terutama kaum neolibertarian, percaya sepenuhnya bahwa pasar bebas berhubungan langsung dengan penciptaan kesejahteraan rakyat.

Monopoli

Monopoli dalam Pandangan Islam
Oleh : Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc

Masalah monopoli ini menarik bila didiskusikan. dan tentunya memberi kita pengetahuan terkait praktek monopoli, dan bagimana pandangan islam terhadap monopoli, berikut ini adalah sedikit penjelasan terkait monopolo dalam pandangan islam.

Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada pekan ini adalah keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa salah satu perusahaan asing dianggap bersalah karena mempunyai kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi papan atas Indonesia. Perusahaan tersebut dinyatakan telah melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Meskipun mendapat dukungan penuh Presiden dan Wapres, keputusan ini mendapat reaksi yang bermacam-macam, baik pro maupun kontra. Banyak kalangan yang menunjukkan kekhawatiran bahwa keputusan KPPU tersebut akan memiliki dampak negatif terhadap iklim investasi yang tengah dibangun oleh pemerintah Indonesia. Kuasa hukum perusahaan asing tersebut pun menyatakan akan mengajukan banding ke pengadilan negeri karena merasa tidak bersalah dan menganggap bahwa keputusan tersebut mengandung banyak kesalahan.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, langkah yang telah ditempuh KPPU perlu diapresiasi dan didukung, karena menunjukkan keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan ekonomi nasional. Kekhawatiran akan terganggunya iklim investasi tidak perlu dibesar-besarkan, karena diyakini bahwa potensi yang dimiliki oleh bangsa ini untuk menarik dana investasi sangat besar. Justru dengan ketegasan KPPU, Indonesia telah menunjukkan kepada dunia bahwa kepastian hukum telah menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional, terutama di bidang ekonomi.

Islam dan praktik monopoli

Persoalan monopoli sesungguhnya merupakan persoalan yang sangat menarik untuk dibahas. Bahkan permasalahan ini telah mendapat perhatian yang sangat serius dari ajaran Islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT: "...agar harta itu jangan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu sekalian..." (QS 59: 7). Selain riba, monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi.

Para ulama terkemuka abad pertengahan pun, seperti Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, dan Ibn Khaldun, telah pula melakukan kajian yang mendalam tentang praktik monopoli. Ibn Taimiyyah misalnya, dalam kitabnya Al-Hisbah fil Islam menyatakan bahwa ajaran Islam sangat mendorong kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi sepanjang tidak bertentangan dengan aturan agama.

Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan di tangan individu adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Namun demikian, ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan praktik-praktik monopolistik yang merugikan, maka adalah tugas dan kewajiban negara untuk melakukan intervensi dan koreksi.

Negara bertanggung jawab penuh untuk menciptakan keadilan ekonomi, dengan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Karena itulah, beliau menekankan pentingnya keberadaan lembaga al-Hisbah sebagai organ negara yang bertugas untuk memonitor pasar, mengawasi kondisi perekonomian dan sekaligus mengambil tindakan jika terjadi ketidakseimbangan pasar akibat monopoli dan praktik-praktik lain yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya At-Turuk al-Hukmiyyah.

Sementara itu, Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah juga menyatakan pentingnya peran negara dalam menciptakan keadilan ekonomi dan keseimbangan pasar. Ia menegaskan bahwa pajak (dan juga denda) adalah instrumen yang dapat digunakan oleh negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk mengeliminasi praktik-praktik kecurangan yang terjadi di pasar, termasuk praktik-praktik monopoli yang dilakukan oleh segelintir pebisnis.

Karena itu, keputusan yang dijatuhkan KPPU yang antara lain berupa kewajiban membayar denda bagi perusahaan asing tersebut, selain melepaskan sahamnya, adalah keputusan yang sangat tepat. Diharapkan ada efek jera bagi perusahaan-perusaha an lain yang berniat untuk melakukan manipulasi pasar demi kepentingan bisnis mereka.

Namun demikian, ajaran Islam membolehkan praktik monopoli yang dilakukan oleh negara, dengan syarat hanya terbatas pada bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput". Ke depan, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengelola investasi yang diharapkan dapat mengembangkan perekonomian nasional.

Langkah strategis
Pertama, perlunya penguatan karakter bangsa yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya, memiliki keberpihakan kuat terhadap kepentingan masyarakat terutama kaum dhuafa, dan mempunyai etos kerja yang kuat dan produktif. Kedua, memanfaatkan secara optimal instrumen-instrumen ekonomi alternatif, yaitu instrumen ekonomi Islam, seperti sukuk dan zakat.

Membangun kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan instrumen ekonomi dalam negeri, harus terus-menerus dilakukan, karena tidak mungkin kemajuan akan dicapai dengan mengandalkan bantuan asing semata-mata. Sukuk dapat dijadikan sebagai pintu masuk investasi yang diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjamin keseimbangan sektor moneter dan sektor riil. Zakat dapat digunakan dalam upaya memerangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: "Kalian akan diberi pertolongan dan diberi rezeki dengan sebab (menolong) kaum dhuafa di antara kalian...". Pemanfaatan zakat jauh lebih baik daripada mengandalkan utang luar negeri, termasuk utang dari badan-badan dunia seperti Bank Dunia yang terkadang menjerumuskan.

Ketiga, konsistensi penegakan hukum. Pemerintah dan lembaga peradilan tidak boleh ragu-ragu di dalam menegakkan hukum, apalagi tunduk terhadap desakan negara-negara luar. Pemerintah harus memiliki keyakinan bahwa rakyat akan selalu mendukung jika pemerintah konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu, meskipun pada akhirnya harus berhadapan dengan kekuatan dan tekanan asing. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

semoga bisa menambah wacana kita
***********************Sumber : http://www.republika.co.id

17 December 2010

Sahabat Selamanya dari Padi Band

Berikut adalah Lirik Lagu Sahabat Selamanya dari Padii

Sahabat untuk selamanya
Bersama untuk selamanya
Kau dan aku sahabat
Untuk selamanya setia

Sahabat untuk selamanya
Atasi semua perbedaan
Kau dan aku sahabat
Untuk selamanya… Selamanya setia

Sahabat untuk selamanya
Berbagi dan saling menjaga
Kau dan aku sahabat
Untuk selamanya… Selama-lamanya… setia…

Hukum investasi pada saham


Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham. Para ahli fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat dikatergorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam syariah islam, seperti :

14 December 2010

Penetapan Harga (tinjauan Ulama)

Ada sebagian ulama menolak peran negara untuk ikut campur urusan ekonomi, di antaranya dalam hal penetapan harga, sebagian ulama yang lain membenarkan negara untuk menetapkan harga. Perbedaan pendapat ini berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Anas sebagaimana berikut: “Orang orang mengatakan, wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezalimanpun dalam darah dan harta.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah ).

25 November 2010

Pemikiran Ibnu khaldun 732-808 H 1332-1406 M

•Nenek moyang ibnu khaldun berasal dari hadramaut (Yaman) generasi pertamayang berimigran ke andalusia, nama ibnu kaldun diambil dari nama kakeknya yang bernama Khalid ibn Ustman.
•Nama lengkapnya Abd al Rahman bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibrahim bin Rahman bin Khaldun. Lahir di tunisia pada awal Ramadhan 732 H.

12 November 2010

Syarat Sah Jual Beli

Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus direalisasikan beberapa syaratnya terlebih dahulu. Ada yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan ada kaitan dengan objek yang diperjual-belikan.

10 November 2010

Lelang (muzayadah)

suatu proses Penjualan dengan cara lelang seperti ini dibolehkan dalam agama islam karena dijelaskn dalam satu keterangan yang artinya : “Dari Anas ra, Ia berkata Rasulullah SAW.menjual sebuah pelana dan sebuah mangkok air dengan berkata ; siapa yang ingin membeli pelana dan mangkok ini? Seorang laki-laki menyahut; aku bersedia membelinya seharga satu dirham.Lalu nabi berkata lagi, siapa yang berani menambahi? Maka diberi dua dirham oleh seorang laki-laki kepada beliau, lalu dijuallah kedua benda itu kepada laki-laki tadi.(HR. Tirmizi)
Jual beli dengan cara lelang sangat diperbolehkan..

Jual beli Islam


Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para Nabi, syuhada dan orang-orang shaleh.”
Ini berarti: Seorang pedagang yang membeli dan menjual dan dia jujur maka dia akan bersama kelompok orang-orang tersebut pada hari kiamat. kedudukan yang tinggi, yang menunjukkan kemuliaan memiliki pekerjaan seperti itu.
Dan Nabi Muhammad Saw. suatu kali pernah ditanya tentang manakah jenis pekerjaan yang paling murni? Maka beliau menjawab:
“Perdagangan yang diberkahi (diterima oleh Allah) dan pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya.” (HR Thabrani)

Perdagangan dan jual beli adalah dua hal yang dibutuhkan dan diperlukan. Hal ini karena Allah telah memerintahkan kita untuk mencari rezeki dan untuk makan dan minum bagi diri kita menurut cara yang secara umum dibenarkan.

Meskipun jual beli itu halal namun jual beli ini harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk syariat, sehingga seorang Muslim dapat menghindari terjerumus ke dalam jenis jual beli yang dilarang dan memperoleh penghasilan yang haram. Nabi Muhammad Saw. telah melarang kita dari beberapa jenis usaha tertentu karena di dalamnya mengandung dosa dan apa yang di dalamnya terdapat bahaya bagi manusia dan mengambil harta secara tidak adil.

05 November 2010

Pengolahan Data


Dalam sebuah penelitian seorang peneliti harus memahami bagaimana cara pengolahan data dan cara menganalisis agar penelitian lebih semperna. Dalam makalah kami ini akan coba kita bahas : mengolah dan menganalisis data, analisis pengolahan selama pengumpulan data, hal apa saja yang diperlukan dalam analisis data selama pengolahan data. Kegiatan apa saja yang ada dalam pengolahan data.

Benda (Hukum Perdata)

Pendahuluan
Segala puji syukur kita kepada Allah, karena berkat taufiq dan hidayahnya penulis mampu menyelesaikan tugas ini. Dan sholawat serta salam semoga tetap kita sampaikan kepada nabi Muhammad yang kita harap-harapkan safaatnya. Penulis minta maaf jika dalam penulisan terdapat banyak kesalahan dan juga penulis menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun.

Benda merupakan sesuatu yang dapat dihaki atau dimiliki oleh seseorang, jadi segala sesuatu yang tidak dapat dimiliki bukan termasuk dalam pengertian benda. Dalam kesempatan ini penulis akan mencoba memaparkan pengertian benda, pembedaan macam-macam benda. Untuk lebih jelasnya akan kita bahas berikut ini.

PERBEDAAN MACAM-MACAM BENDA
Pengertian Benda
Mengenai Pengertian benda ini sangat luas, menurut undang-undang benda (zaak) ialah segala sesuatu yang dapat dihaki\dimiliki oleh orang. Disini benda berarti objek sebagai lawan dari subjek atau orang dalam hukum.

Dalam sistem hukum perdata barat (BW) pengertian benda (zaak) sebagai objek hukum tidak hanya berupa benda yang terwujud, yang dapat ditangkap oleh pancaindera, melainkan juga benda yang tidak terwujud.

Dalam hukum adat tidak mengenal benda yang tidak terwujud (onlichamelijke zaak). Perbedaannya adalah dalam hukum adat hak atas suatu benda tidak dibayangkan terlepas dari benda yang terwujud. Sedangkan menurut hukum perdata barat tentang hak atas suatu benda seolah-olah terlepas dari bendanya, seolah-olah merupakan benda tersendiri.1 Meskipun pengertian zaak dalam BW, tidak hanya berupa benda yang berwujud saja, tetapi benda yang tidak berwujud disebut zaak dalam arti bagian dari harta kekayaan.2

Pembedaan Macam-Macam Benda
Menurut system hukum perdata barat sebagaimana diatur dalam BW, benda dapat dibedakan atas;
1.Benda bergarak dan benda tidak bergerak
2.Benda yang musnah dan benda yang tetap ada.
3.Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti,
4.Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi.
5.Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkam.

A.Benda bergerak dan benda yang tidak bergerak.
Benda yang tidak bergerak (lihat pasal 506, 507, dan 508 BW) ada tga golongan benda tidak bergerak yaitu;
Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak yaitu
a.Tanah
b.Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tubuhan dan berakar serta bercabang serta tumbuh-tumbuhan yang masih belum dipetik dan sebagainya.
c.Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan diatas tanah itu yaitu karena tertanam atau terpaku.

Benda yang menurut tujuannya, pe,akaiannya suapaya nersatu dengan benda yang tidak bergerakseperti;
a.Pada pabrik, segala mesin-mesin dan alat-alat lain yang dimaksud supaya terus menerus berada disitu yang diperguankan untuk menjalankan pabrik.
b.Pada suatu perkebunan, segala sesuatu yang dipergunakan sebagai rabug bagi tanah, ikan dalam kolam dan lain lain.
c.Pada rumah kediaman, segala kaca, tulis-tulisan dan lain-lain serta alat-alat untuk menggantungkan barang-barang itu sebagai bagian dari dinding.
d.Barang-barang reruntuhan dari sesuatu banguan apabila dimaksudkan untuk dipkai guna mendirikan lagi bangunan itu.

Benda yang menurut ketetapan undang-undang sebagai banda yang tidak bergerak.
a.Hak-hak atau penagihan suatu benda yang tidak bergerak.
b.Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik keatas (dalam hokum perniagaan).
Benda bergerak pada BW pasal 509, 510 dan 511 ada 2 golongan benda bergerak yaitu :
Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda itu dapat berpindah atau dipindahkandari satu tempat ketempat yang lain. Misal : meja, kursi sepeda.
Benda yang menurut undang-undang sebagai benda bergerak ialah segala hak atas benda-benda bergerak. Misal: Hak memetik hasil dan hak memakai,hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang.

Perbedaan antara bergerak dan benda yang tidak bergerak tersebut itu penting artinya, karena adanya ketentuan ketentuan khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan tersebut misalnya sebagai berikut;
a.Mengenai hak bezit
b.Menghenai pembebanan (bezwaring).
c.Mengenai penyerahan (levering)
d.Mengenai daluarsa (verjaring)
e.Mengenai penyitaan(beslag).

1.Mengenai bezit misalnya pasal 1977 ayat 1 BW menentukan barangsiapa yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik. Jadi beziter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda tersebut, tidak halnya demikian pada benda yang dikuasai itu tidak bergerak.
2.Mengenai pembebanan (bezwaring), terhadap benda yang bergerak harus dilakukan pand, sedangkan pada benda yang tidak bergerak maka harus dilakukan dengan hyphoteek (pasal 1150 dan pasal 1162 BW)
3.Mengenai penyerahan (levering) pasal 612 BW menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan penyerahan pada benda yang tidak bergerak menurut pasal (616) BW harus dilakukan dengan balik nama pada daftar umum.
4.Mengenai daluwarsa (verjaring) terhadap benda bergerak tidak dikenal verjaring sebab bezit disini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedangkan benda tidak bergerak mengenal verjaring.
5.Mengenai penyitaan yaitu penyitaan untuk medapatkan kembali bendanya sendiri, hanya dapat dilakukan pada benda-benda bergerak, kemudian executoir beslah yaitu penyitaan untuk melaksanakan keputusan pengadilan harus dilakukan terlebih dahulu terhadap benda-benda bergerak. apabila tidak mencukupi untuk membayar hutang tergugat kepada penggugat, baru exckutoir beslag tersebut dilakukan terhadap benda-benda tidak bergerak.

B.Benda yang musnah dan benda yang tetap ada.
Benda yang musnah.
Sebagaimana diketahui bahwa objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna/bermamfaat bagi subyek hukum dan yang dapat menjadi objek suatu hubungan hukum karena sesuatu itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.

Maka benda-benda yang pemakaiannya akan musnah, kegunaan dan mamfaat dari benda-benda itu justru terletak pada kemusnahannya. Misalnya barang-barang makanan dan minuman, kalau dimakan atau diminum baru memberi mafaat bagi kesehatan, demikian juga kayu bakar dan arang setelah dibakar dan menimbulkan api beri memberi manfaat untuk memasak suatu makanan dan sebagainya.

Benda yang tetap ada
Benda yang tetap ada ialah benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak menyababkan benda itu menjadi musnah, tetapi memberikan manfaat/ faedah bagi sipemakai. Seperti cangkir, sendok, sepeda motor, mobil.
Perbedaan antara benda yang musnah dan benda yang tetap ada juga penting, baik dalam hukum perjanjian maupun dalam benda.

Dalam hukum perjanjian misalanya perjanjian pinjam pakai yang di atur dalam pasal 1740 sd 1753 dilakukan terhadap benda-benda yang tetap ada, sedangkann perjanjian pinjam mengganti yang diatur pada pasal 1754 sd 1769 BW dilakukan terhadap benda-benda yang dapat musnah.

Dalam hukum benda, misalnya, hak memetik hasil suatu benda yang diatur pada pasal 756 sd 817 BW dilakukan terhadap benda yang dapat musnah, sedangkan hak memakai yang diatur pada pasal 818 sd 829 BW hanya dapat dilakukan terhadap benda yang tetap ada, bahkan pada pasal 822 BW menyatakan bahwa apabila hak memakai diadakan terhadap benda yang dapat musna, ia harus diangkat sebagai hak memetik hasil.

Terhadap benda-benda yang sekalipun tidak musna, tetapi setelah dipakai berkurang nilai harganya, apabila atas benda ini dibuat suatu hak memetik hasil, menurut pasal 765 BW si pemakai pada waktu terakhir adanya hak itu, tidak diharuskan mengembalikan mengembalikan benda-benda tersebut seperti keadaan semula, tetapi cukup dalam wujud seperti keadaannya pada waktu berakhirnya hak itu.
C.Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
Perbedaan antara benda yang dapat diganti dan yang tidak dapat diganti ini tidak disebut secara tegas dalam BW, tetapi perbedaan itu ada dalam BW, misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang.

Menurut pasal 1694 BW pengembalian benda oleh yang di titipi harus in natura artinya tidak boleh diganti dengan benda yang lain. Oleh karena itu, perjanjian penitipan barang pada umumnya hanya pada benda yang tidak akan musnah.

Bilamana benda yang di titipkan berupa uang, menurut pasal 714 BW, jumlah uang yang harus di kembalikan harus dalam mata uang yang sama seperti mata uang yang di titipkan, baik mata uang itu telah naik atau telah turun nilainya. Lainhalnya jika uang tersebut tidak di titipkan, tetapi di pinjam –menggantikan, yang meminjam hanya mewajibkan mengembalikannya sejumlah uang saja, sekalipun mata uang yang berbeda dari waktu pada perjanjian pinjam mengganti di adakan.

D.Benda yang dapat di bagi dan benda yang tidak dapat di bagi.
Benda yang dapat di bagi
Benda yang dapat di bagi adalah benda yang apabila wujudnya di bagi tidak menghilangnya hakekat daripada benda itu sendiri. Misalnya: beras, gula pasir,

Benda yang tidak dapat di bagi
Benda yang tidak dapat di bagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilanya hakikat daripada benda itu sendiri. Misalnya: sapi, kuda, uang.

E.Benda yang di perdagangkan dan benda yang tidak di perdagangkan
Benda yang di perdagangkan
Benda yang di perdagangkan adalah benda-benda yang dapat dijadikan objek (pokok suatu perjanjia) jadi, semua yang dapat dijadikan pokok perjanjian dalam lapangna harta kekayaan termasuk benda yang di perdagangkan.

Benda yang tidak dapat di perdagangkan
Benda yang tidak dapat di perdagangkan adalah benda-benda yang tidak dapat di jadikan objek (pokok) suatu perjanjian di lapangan harta kekayaan, biasaanya benda-benda yang depergunakan untuk kepentinagan umum.

F.Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar
Pembagian atas benda yang terdaftar dan benda yang tiak terdaftar tidak dikenal dalam sistem hukum perdata (BW). Pembagian benda semacam ini yang di kenal beberapa waktu kemudian setelah BW dikodifikasikan dan diberlakukan.

Benda-benda yang harus didaftarkan diatur dalam berbagai macam peraturan yang terpisah-pisah seperti peraturan tentang pendaftaran tanah, paratunan tetang pendaftaran kapal, persaturan tentang pendaftaran kendaraan bermotor.

Adanya peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang pendaftaran berbagai macam benda itu, disamping untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas benda-benda yang didaftarkan tersebut, juga mempunyai kaitan erat dengan usaha pemerintah untuk memperoleh pendapatan yaitu dengan melalukan pungutan-pungutan wajib seperti: pajak, iuran dan sebagainya terhadap pemilik pemakai-pemakai benda yang terdaftar tersebut.
Kesimpulan

Perbedaan tentang benda antara system hukum adat dan hukum perdata. Dalam pandangan Hukum adat benda tidak menyangkut hal yang tidak terwujud melainkan hal yang terwujud saja. Sedangkan dalam pandangan hukum perdata benda juga menyangkut hal-hal yang tidak terwujud dan juga yang terwujud.

Masalah pembedaan macam-macam benda ini ada Menurut system hukum perdata barat sebagaimana diatur dalam BW, benda dapat dibedakan atas beberapa macam benda :
Benda bergarak dan benda tidak bergerak
Benda yang musnah dan benda yang tetap ada.
Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti,
Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi.
Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkam.

Daftar PustakaSubekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, cet. 31, Jakarta : 2003.
Syahrany Riduan, Seluk-Beluk Dan Asas-Asas Hukum Perdata, PT Alumni, Bandung : 2004.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda, Pembimbing Masa, Cet. III Jakarta : 1963.
Soedewi Sri M. Sofwan. S.H, Hukum Perdata Hukum Benda, Saksi Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta : 1975.

Manajemen Keuangan

PENDAHULUANManajemen keuangan merupakan bagian dari tugas pimpinan perusahaan dengan tanggung jawab utama berupa keputusan-keputusan penting menyangkut investasi dan pembiayaan perusahaan. Jika hal ini dihubungkan dengan prinsip manajemen, maka aktivitas perolehan dan penggunaan dana dimaksud harus dilakukan secara efektif dan efisien. Dalam kaitan ini terkandung berbagai fungsi manajemen; fungsi perencanaan, pengarahan dan pengendalian di dalam menggunakan dan memenuhi kebutuhan keuangan perusahaan.
Manajemen keuangan melibatkan aktivitas investasi, pembiayaan dan kebijakan dividen dari perusahaan. Fungsi utama dari manajer keuangan adalah merencanakan, memperoleh dan menggunakan dana untuk menghasilkan kontribusi yang maksimum terhadap efisiensi operasional organisasi. Hal ini mengharuskan manajer keuangan untuk memahami secara baik alternatif sumber pembiayaan yang memungkinkan untuk diperoleh, sejalan dengan pemahaman yang baik terhadap cara pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan serta upaya untuk meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.
Tujuan suatu perusahaan secara umum adalah untuk memaksimumkan kemakmuran para pemegang saham, sehingga menimbulkan konsekuensi terhadap perlunya penggunaan sumber daya ekonomis yang terbatas secara efisien. Keputusan yang diambil menyangkut maksimalisasi nilai perusahaan, secara tipikal menimbulkan trade-off antara tingkat keuntungan yang diharapkan dengan resiko yang akan dihadapi untuk setiap keputusan.

Dalam makalah ini terlebih dahulu akan kami bahas tentang pengertian manajemen keuangan?
Kemudian juga kami akan membahas unsur-unsur dasar manajeman diantaranya perencaan dan pengawan?

PEMBAHASAN
PENGERTIAN MANAJEMEN KEUANGAN

Manajemen Keuangan adalah mencakup suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan. Berikut mengenai Fungsi Manajemen Keuangan :
1.Perencanaan Keuangan yaitu membuat rencana pemasukan dan pengeluaraan serta kegiatan-kegiatan lainnya untuk periode tertentu.
2.Penganggaran Keuangan yaitu tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat detail pengeluaran dan pemasukan.
3.Pengelolaan Keuangan yaitu Menggunakan dana perusahaan untuk memaksimalkan dana yang ada dengan berbagai cara.
4.Pencarian Keuangan yaitu mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional kegiatan perusahaan.
5.Penyimpanan Keuangan yaitu mengumpulkan dana perusahaan serta menyimpan dana tersebut dengan aman.
6.Pengendalian Keuangan yaitu melakukan evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan pada perusahaan.
7.Pemeriksaan Keuangan yaitu melakukan audit internal atas keuangan perusahaan yang ada agar tidak terjadi penyimpangan.
Beberapa prinsip atau kaidah dan tehnik manajemen yang ada relevansinya dengan al-Qur’an atau al-Hadits antara lain sebagai berikut :
a.Prinsip amar ma’ruf dan nahi munkar.
b.Kewajiban menegakkan kebenaran.
c.Kewajiban menegakkan keadilan.
d.Kewajiban menyampaikan amanah.1
Hal ini jelaslah bahwa hak dan kewajiban seseorang dalam manajemen secara tegas diatur dalam hukum syariah yang dinyatakan dengan dalil dan nash dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Semua hukum tersebut wajib dilaksanakan dan dikembangkan seperti hukum-hukum lain. Dengan demikian prinsip-prinsip manajemen yang terdapat dalam al-Quran dan al-Hadits selalu segar, mantap, tidak menemui kejanggalan ketika diterapkan dalam praktek.

DASAR DAN TUJUAN MANAJEMENSemua organisasi, baik yang berbentuk badan usaha swasta, badan yang bersifat publik ataupun lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan tentu mempunyai suatu tujuan sendiri-sendiri yang merupakan motivasi dari pendiriannya.
Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapat keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer di manapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan publik, maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hidup yang dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.

PERENCANAANSemua dasar dan tujuan manajemen seperti tersebut di atas haruslah terintegrasi, konsisten dan saling menunjang satu sama lain. Untuk menjaga konsistensi kearah pencapaian tujuan manajemen maka setiap usaha itu harus didahului oleh proses perencanaan yang baik. Allah berfirman :
” Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan rencanakanlah masa depanmu. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa-apa yang kalian perbuat”.
Suatu perencanaan yang baik dilakukan melalui berbagai proses kegiatan yang meliputi Peramalan (forecasting), Tujuan (objective), Rencana (policies), programes, procedures dan budget.
a)Forecasting
Forecasting adalah suatu peramalan usaha yang sistematis, yang paling mungkin memperoleh sesuatu di masa yang akan datang, dengan dasar penaksiran dan menggunakan perhitungan yang rasional atas fakta yang ada. Fungsi perkiraan adalah untuk memberi informasi sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Bagi manajer yang telah berpengalaman tidak jarang terjadi perkiraan itu dilakukan berdasarkan intuisi, atau firasat. Hal ini juga dapat bersumber dari taufiq dan hidayah Allah bagi mereka yang dikehendakiNya. Oleh karena itu adalah merupakan suatu kebiasaan yang baik bagi setiap muslim, dalam menghadapi suatu persoalan yang musykil, meminta petunjuk dari Allah, dengan cara shalat istikharah, untuk mendapatkan petunjuk dan hidayahNya, dalam mengambil keputusan atau merencanakan sesuatu. Kebiasaan demikian akan membawa kepada sikap taqarrub kepada Allah, dan membiasakan diri untuk tidak mengambil tindakan yang gegabah dalam segala hal.
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh manajemen bank adalah melakukan peramalan usaha dengan melihat kondisi internal dan eksternal dalam rangka perumusan kebijakan dasar. Kondisi internal meliputi potensi dan fasilitas yang tersedia, distribusi aktiva, posisi dana-dana, pendapatan dan biaya. Sedangkan kondisi eksternal meliputi menelaahan situasi moneter, lokal dan internasional, peraturan-peraturan, situasi dan kondisi perda-gangan, nasional dan internasional .
b)Objective
Objective atau tujuan adalah nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh seseorang atau Badan Usaha. Untuk mencapai tujuan itu dia bersedia memberi pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu terjangkau.
Tujuan suatu organisasi harus dirumuskan dengan jelas, realistis dan dapat diketahui oleh semua orang yang terlibat dalam organisasi, agar mereka dapat berpartisipasi dengan penuh kesadaraan.
Tujuan manajemen bank syariah tidak saja meningkatkan kesejahteraan bagi para stake holders, tetapi juga harus mempromosikan dan mengembangan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya kedalam bisnis keuangan dan bisnis lainnya yang terkait. Oleh karena itu aktivitas perencanaan tujuan masa depan harus dilakukan dengan baik, teliti, lengkap dan rinci, dan perumusan kebijakan itu haruslah disusun bersama oleh direksi bersama-sama dengan dewan komisaris dan dewan pengawas syariah, dan perencanaan operasional harus disusun bersama dengan para pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan operasional. Islam menganjurkan melakukan musyawarah, dan bukan one man show . Sebagaimana Allah berfirman :
” Maka dikarenakan karunia dari Allah engkau bersikap lemah lembut kepada mereka. Kalau engkau bersikap kasar dan berhati keras maka mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu maafkanlah mereka dan mintalah ampunan untuk mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam setiap urusan kalian. Maka jika kamu sudah bertekad (mengambil keputusan) bulat, maka berserah dirilah kepada Allah, Sesungguhnya Allah itu mencintai orang-orang yang bertawakkkal. (QS 3 : 159).
Kita diperintah oleh Allah untuk memusyawarahkan dan memutuskan sesuatu yang bermanfaat, bukan keputusan yang sekedar coba-coba dan salah (try and error) kemudian mencoba lagi sampai menemukan sesuatu yang fixed. Hal itu membuang energy dan waktu . Pada surah An Nahl Allah berfirman :
” Dan janganlah kalian seperti perempuan tua yang merombak kembali tenunannya setelah jadi. Kalian menjadikan sumpah-sumpah kalian sebagai tipu daya agar kalian menjadi ummat yang lebih besar dari ummat lainnya (merebut massa dengan segala cara). Sesungguhnya Allah menguji kalian dengan persoalan itu dan pasti akan dijelaskanNya pada hari kiamat apa-apa yang mereka perselisihkan”.2
Jadi yang dimaksudkan adalah agar kita menyusun perencanaan tujuan secara profesional, tidak sekedar coba-coba.
c)Policies
Policies dapat berarti rencana kegiatan (plan of action) atau juga dapat diartikan sebagai suatu pedoman pokok (guiding principles) yang diadakan oleh suatu Badan Usaha untuk menentukan kegiatan yang berulang-ulang.
Suatu policies dapat dikenal dengan dua macam sifat, yaitu pertama merupakan prinsip-prinsip dan kedua sebagai aturan untuk kegiatan-kegiatan (rules of actions). Oleh karena itu policies merupakan prinsip yang menjadi aturan dalam kegiatan yang terus-menerus, setidak-tidaknya selama jangka waktu pelaksanaan rencana suatu organisasi.
Keputusan mengenai suatu policies ditentukan oleh top manajemen dari suatu Badan Usaha. Para manajer bertanggung jawab untuk menafsirkan, menjelaskan dan menjamin pelaksanaan policies tersebut.
Suatu policies haruslah merupakan suatu pernyataan positif dan merupakan perintah yang harus dipatuhi oleh seluruh jajaran di dalam organisasi secara vertikal ke bawah.
Bidang kegiatan bank yang perlu dirumuskan dalam wujud kebijakan dasar umumnya meliputi bidang penting bagi aktivitas bank, yaitu sebagai berikut:
Tipe nasabah yang dilayani
Bank harus menetapkan tipe nasabah yang menjadi sasaran bagi pemasaran produknya. Melalui berbagai pertimbangan, bank dapat memutuskan untuk hanya melayani usaha kecil dan menengah saja, sedangkan usaha besar tidak. Dengan pertimbangaannya sendiri bank lain juga dapat memutuskan untuk melayani semua jenis nasabah, baik usaha besar, usaha menengah, usaha kecil maupun perorangan.
Jenis layanan yang disediakan bagi nasabah
Jenis layanan yang disediakan oleh bank biasanya berkaitan erat dengan tipe nasabah yang ingin dilayani. Jenis nasabah tertentu cukup dilayani melalui beberapa produk seperti tabungan, pinjaman, transfer dan inkaso, tetapi nasabah lain memerlukan jasa yang lebih terkait dengan informasi dan pelayanan bisnis perusahaan seperti trust and corporate services. Ada juga bank yang memutuskan untuk melayani kebutuhan kelancaran urusan rumah-tangga nasabah seperti pembayaran rekening listrik, air, telepon, pajak, servis mobil dan lain sebagainya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keputusan bank, apakah akan menyadiakan semua jenis layanan perbankan (universal banking) ataukah hanya menekankan pada atau memberikan perhatian yang besar pada penyediaan jenis layanan tertentu saja, bukan hanya tergantung pada kesempatan meraih potensi pasar yang mereka hadapi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal, seperti permodalan, kemampuan organisasi dan sumber daya manusia, kemampuan teknologi dan sebagainya.
Daerah atau wilayah pelayanan
Pertimbangan wilayah pelayanan berkaitan dengan perencanaan jaringan kerja, pembukaan kantor-kantor cabang dan besar kecilnya kantor-kantor cabang tersebut. Sentra-sentra ekonomi harus ditelaah terlebih dahulu, yaitu seperti pertanian, industri, perdagangan dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan kebijakan desentralisasi manajemen dan pendelegasian wewenang.
Sistem penyampaian (delivery system) produk & jasa bank
Kebijakan ini berkaitan dengan pola perluasan jangkauan pemasaran dan penyampaian produk dan jasa bank. Sebagian bank mengutamakan penggunaan jaringan organik yang dimilikinya sendiri seperti kantor cabang, kantor kas dsb. Sebagian bank lain memilih melakukan outsourcing dengan mempergunakan agen-agen sebagai remarketer.
Distribusi aktiva produktif
Dalam menerapkan distribusi aktiva produktif perlu disusun kebijakan alokasi dana, baik menurut sektor ekonomi, sektor industri maupun daerah atau wilayah pemasaran. Misalnya sekian persen untuk pembiayaan sektor industri manufaktur, sekian persen untuk perdagangan, sekian persen untuk riil estat, sekian persen untuk investasi dan penyertaan. Demikian juga ratio antara pembiayaan dan sumber-sumber daya, dengan memperhatikan penyebaran sumber daya (speading resources) dan penyebaran resiko (spreading risk).
Preferensi likuiditas
Hal ini adalah suatu yang sangat penting, kerena erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat kelanggengan bank. Sumber-sumber dana inti (core funds) yang stabil memberikan pengaruh yang kuat pada kemampuan likuiditas bank.
Persaingan
Kebanyakan bank sangat peka dan berlaku kompetitif dalam merebut hati para nasabah. Ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya yang relatif murah adalah dambaan nasabah. Karena itu bank harus tanggap dan berupaya menciptakan suasana fanatisme nasabah melalui pelayanan prima agar mampu bersaing dengan baik. Allah berfirman : ” Dan bagi tiap-tiap sesuatu mempunyai sasaran (tujuan) yang dihadapinya. Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikan di mana saja kalian berada. Pasti Allah akan mengumpulkan kalian semuanya. Sesungguhnya Allah itu berkuasa atas segala sesuatu”.
Pengembangan dan pelatihan staf
Pengembangan dan pelatihan staf haruslah merupakan kebijakan utama manajemen bank. Allah menyuruh Nabi untuk memperbaiki kondisi dan skill ummat dengan cara memberikan kepada mereka latihan-latihan atau training. Untuk menambah keimanan dan keyakinan merekapun memerlukan training.

Bank Indonesia sangat menekankan hal ini, dalam Petunjuk Pelaksanan Pembukaan Kantor bank Syariah. Selain itu, Sumber Daya Insani bank syariah dituntut memiliki pengetahuan mengenai ketentuan dan prinsip syariah secara baik, dan memiliki akhlak dan moral Islami. Akhlak dan moral Islami dalam bekerja dapat disarikan dalam empat ciri pokok, yaitu : (1) Shiddiq (benar dan jujur), (2) Amanah (dapat dipercaya), (3) tabligh (mengembangkan lingkungan dan bawahan menuju kebaikan) dan (4) Fathonah (kompeten dan profesional).
d)Programes
Programmes adalah sederetan kegiatan yang digambarkan untuk melaksanakan policies. Program itu merupakan rencana kegiatan yang dinamis yang biasanya dilaksanakan secara bertahap, dan terikat dengan ruang (place) dan waktu (time).
Program itu harus merupakan suatu kesatuan yang terkait erat dan tidak dapat dipisahkan dengan tujuan yang telah ditentukan dalam organisasi (closely integrated).
e)Schedules
Schedules adalah pembagian program yang harus diselesaikan menurut urut-urutan waktu tertentu. Dalam keadaan terpaksa schedules dapat berubah, tetapi program dan tujuan tidak berubah.
f)Procedures
Prosedur adalah suatu gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan. Perbedaannya dengan program adalah program menyatakan apa yang harus dikerjakan, sedangkan prosedur berbicara tentang bagaimana melaksanakannya.
g)Budget.
Budget adalah suatu taksiran atau perkiraan biaya yang harus dikeluarkan dan pendapatan yang diharapkan diperoleh di masa yang akan datang. Dengan demikian, budget dinyatakan dalam waktu, uang, material dan unit-unit yang malaksanakan pekerjaan guna memperoleh hasil yang diharapkan.

PENGAWASANKelancaran operasi bank adalah kepentingan utama bagi manajemen puncak (top management). Melalui pengawasan para manajer dapat memastikan tercapai atau tidaknya harapan mereka. Pengawasan juga dapat membantu mereka mengambil keputusan yang lebih baik.
Kata pengawasan dipakai sebagai arti harfiah dari kata controling. Dengan demikian pengertian pengawasan meliputi segala kegiatan penelitian, pengamatan dan pengukuran terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan, penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta, melakukan tindakan koreksi penyimpangan, dan perbandingan antara hasil (output) yang dicapai dengan masukan (input) yang digunakan.

Proses PengawasanDari pengertian di atas maka menurut prosesnya, pengawasan meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut :
a.Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan.
b.Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
c.Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.
d.Melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
e.Perbandingan hasil akhir (outout) dengan masukan (input) yang digunakan.

Menentukan standar.
Dalam kegiatan pengawasan, yang pertama kali harus dilakukan adalah menentukan standar yang menjadi ukuran dan pola untuk melaksanakan suatu pekerjaan dan produk yang dihasilkan. Standar itu harus jelas, wajar, obyektif sesuai dengan keadaan dan sumber daya yang tersedia.
Setiap bank mungkin mempunyai sistim pengawan yang berbeda-beda. Namun demikian harus tetap dapat diidentifikasikan adanya unsur-unsur pengawasan yang lazim terdapat pada semua sistem yang baik.

Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi.
Pelaksanaan kegiatan operasional harus selalu diawasi dengan cermat. Untuk keperluan tersebut harus pula dibuat catatan (record) sebagai laporan perkembangan proses manajemen. Berdasarkan catatan itu hendaknya dilakukan pengukuran prestasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hasil evaluasi itu dijadikan bahan laporan untuk dievaluasi lebih lanjut.

Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.
Prestasi pekerjaan harus diberikan penilaian dengan memberikan penafsiran, apakah sesuai dengan standar, sejauh mana terdapat penyimpangan dan apa saja faktor-faktor penyebabnya.

Tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
Tindakan koreksi, selain untuk mengetahui adanya kesalahan, juga menerangkan apa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dan memberikan cara bagaimana memperbaikinya agar kembali kepada standar dan rencana yang seharusnya.
Tindakan koreksi sangat perlu dan harus dilakukan, agar jangan berlarut-larut, karena dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Perbandingan hasil (output) dengan masukan (input).
Setelah proses pelaksanaan pekerjaan selesai segera diberikan pengukuran dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan sumber daya digunakan serta standar yang ditetapkan. Hasil pengukuran ini akan memperlihatkan tingkat efisiensi kerja dan produktifitas sumber daya yang ada, dan dapat digunakan sebagai :

- standar dari harga pokok untuk menentukan harga jual (pricing)
- menentukan tinggi-rendahnya efisiensi
- sebagai bahan ukuran bagi penyusunan rencana yang baru.

Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, DPS wajib mengikuti fatwa DSN yang merupakan otoritas tertinggi dalam mengeluarkan fatwa mengenai kesesuaian produk dan jasa bank dengan ketentuan dan prinsip syariah.
Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan dan prisnip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. Selain itu DPS juga mempunyai fungsi3 :
a.Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
b.Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
c.Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurrangnya satu kali dalam setahun. Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan kegiatan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN.

PENUTUP
KESIMPULAN

Manajemen Keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan. fungsi manajemen; fungsi perencanaan, pengarahan dan pengendalian di dalam menggunakan dan memenuhi kebutuhan keuangan perusahaan.
Tujuan dengan adanya manajer keuangan untuk mengelola dana perusahaan pada suatu perusahaan secara umum adalah untuk memaksimalisasi nilai perusahaan.
Suatu perencanaan dilakukan melalui berbagai proses kegiatan Peramalan (forecasting), Tujuan (objective), Rencana (policies), programes, procedures dan budget.
Proses pengawasan meliputi kegiatan- kegiatan sebagai berikut :
Menentukan standar sebagai ukuran pengawasan.
Pengukuran dan pengamatan terhadap jalannya operasi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
Penafsiran dan perbandingan hasil yang dicapai dengan standar yang diminta.
Melakukan tindakan koreksi terhadap penyimpangan.
Perbandingan hasil akhir (outout) dengan masukan (input) yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Mursyd, manajemen pemasaran, Bumi Aksara, Jakarta : 2006
Muhammad, Manajemen Bank Syari`ah,edisi revisi, Yogyakarta, 2005
Muhammad, Paradigma Managemen Teologis-Etis, Jurnal Muqaddimah, PTAIS, Yogyakarta: 1997.
Sobrun Jamil, Manajemen dalam perspektif islam, skripsi, Yogyakarta: 2002
Al Quran dan terjemahanya
Sudarso Heri, bank dan lembaga keuangan syariah, deskripsi dan ilustrasi, Ekonisia kampus fakultas ekonomi UII, Yogyakarta 2003
www.google.com, manajemen keuangan islam.

Upah

PENDAHULUAN
Segala puji syukur hanya milik Allah sang Khalik, yang maha pengasih dan maha penyang, dan shalawat salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah yang senantiasa kita harap selalu syafaat beliau kelak di yaumil kiyamah.

Mengambil upah dalam mengajarkan Al Quran atau hadis Nabi SAW, atau ilmu agama lainnya, maka berhak menrima dari jerih payahnya. Sebagaimana dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Dari Ibu Abbas r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda, pekerjaan yang lebih berhak menerima upahnya ialah mengajarkan kitab Allah Ta`ala”. H.R Bukhari dan muslim.1

Dari hadis diatas bisa disimpulkan bahwa orang yang mengajarkan al quran, dapat menerima upah dari apa yang diajarkan.

Dalam pembahasan ini kami akan singgung pendapat para Ulama Imam Mazhab tentang pekerjaan-pekerjaan Ibadah (ketaatan), sepeti membaca Al Qur`an, mengajarkan Al Qur`an dan lain sebagainya.

PEMBAHASAN
Mengambil Upah Mengajar Al Quran
Bagi orang yang mengajar Al Quran atau sabda Nabi SAW atau ilmu-ilmu agama, dia berhak menerima upah dari jerih payahnya atau usahanya.
Sebagaimana hadis Rasulullah menyebutkan:

“Dari Ibu Abbas r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda, pekerjaan yang lebih berhak menerima upahnya ialah mengajarkan kitab Allah Ta`ala”. H.R Bukhari dan muslim.

Pendapat Para Imam Mazhab tentang Upah Dalam Pekerjaan Ibadah
Upah dalam pekerjaan ibadah (ketaatan) seperti shalat, puasa,haji dan membaca al quran diperselisihkan kebolehannya oleh para ulama, karena berbeda cara pandang terhadap pekerjaan-pekerjaan ini.

Mazhab hanafi perpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa haji, atau membaca al quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti ibu bapak dari yang menyewa, azan, qomat, dan menjadi imam, haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan tersebut. Karena rasul saw bersabda :

Artinya:
”Bacalah olehmu Al Quran dan jangan kamu (cari) makan dengan jalan itu”.

Artinya:
“jika kamu mengankat seseorang menjadi muazdin, maka janganlah kamu pungut dari azan itu suatu upah”.

Perbuatan seperti azan, qomat, shalat, haji, puasa, membaca Al Quran,dan dzikir tergolong perbuatan taqarrub kepada allah karenanya tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari allah.

Hal yang sering terjadi di beberapa daerah dinegara Indonesia, apabila salah seorang muslim meninggal dunia, maka orang-orang yang ditinggal mati (keluarga) memeintah kepada santri atau yang lainnya yang pandai membaca al quran dirumah atau dikuburan secara bergantian selama tiga malam bil;a yang meninggal belum dewasa, tujuh malam bagi orang yang meninggal sudah dewasa dan ada pula bagi orang-orang tertentu mencapai 40 malam.setelah selesai pembacaan al quran pada waktu yang telah ditentukan, mereka diberi upah alakadarnya dari jasanya tersebut.

Pekerjaan seperti ini batal menurut hukum islam karena yang membaca Al Quran bila bertujuan untuk meamperoleh harta maka tak ada pahalanya. Lantas apa yang dihadiahkan kepada mayit, sekalipun pembaca Al Quran niat karena Allah, maka pahala pembacaan ayat Al Quran untuk dirinya sendiri dan tidak bisa diberikan kepada orang lain, kerena Allah berfirman:yang artinya

Mereka mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dia kerjakan.(Al Baqarah:282).

Dijelaskan oleh sayid sabiq dalam kitabnya fiqh sunnah, para ulama memfatwakan tentang kebolehan mengambil upah yang dianggap sebagai perbuatan baik, seperti pahala pengajar alquran, guru-guru disekolah dan yang lainnya diperbolehkan mengambil upah karena mereka membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, mengingat mereka tidak sempat melakukan pekerjaan lain seperti berdagang, bertani, dan yang lainnya dan waktunya tersisa untuk mengajarkan alquran.

Menurut madzab Hambali bahwa mengambil upah dari pekerjaan azan, qomat, mengajarkan Al Quran, fiqh, hadis, adalah tidak boleh, diharamkan bagi pelakunya. Untuk mengambil upah tersebut. Namun, boleh mengambil upah dari pekerjaan tersebut jika termasuk kepada mashalih, seperti mengajarkan Al Quran, hadis, dan fiqh dan haram mengambil upah yang termasuk kepada taqarrub seperti membaca Al Quran, shalat, dan yang lainnya.

Madzab Maliki, Syafi`i, dan Ibnu Hazm membolehkan mengambil upah sebagai imbalan mengajar Al Quran dan ilmu-ilmu karena ini termasuk jenis imbalan perbuatan yang diketahui dan dengan tenaga yang diketahui pula.

Ibnu Hazm mengatakan bahwa pengambilan upah sebagai imbalan mangajar Al Quran dan pengajaran ilmu, baik secara bulanan maupun sekaligus karena nash yang melarang tidak ada.

Abu Hanifah dan Ahmad melarang pengambilan upah dari tilawah Al Quran dan mengajarkannya bila kaitan pembacaan dan pengajarannya dengan taat atau ibadah. Sementara Maliki berpendapat boleh mengambil imbalan dari pembacaan dan pengajaran Al Quran.

Imam Syifi`i berpendapat bahwa pengambilan upah dari pengajaran fiqh, hadis, menggali kuburan, memandikan mayat, dan membangun madrasah adalah boleh.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengambilan upah menggali kuburan dan membawa jenazah adalah boleh, namun pengambilan upah memandikan mayit tidak boleh.2

Kesimpulan
Orang yang mengambil upah dari mengajarkan Al Quran adalah boleh karena hal tersebut merupakan hasil dari jerih payahnya.
Mengenai masalah ini para ulama banyak yaag berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.

Daftar Pustaka
Drs.H.Ibnu Mas`ud, Drs.H.Zainal Abidin.S, Fiqh Mazhab Syafi`I (edisi lengkap), CV. Pustaka Setia, Bandaung: 2000.
Dr.H. Hadi Suyandi, M.Si,Fiqh Muamalah, PT.Raja Grifindo Persada, Bandung: 2005.
Sayyid sabiq, fiqh sunna, Pustaka- Percetakan Offset.

Prilaku Konsumen (Islam)

BAB I
PENDAHULUAN
Seperti yang kita ketahui bahwa didalam ekonomi Islam kebutuhan manusia terbatas, karena pemenuhannya disesuiakan dengan kapasitas jasmani manusia, misalnya makan, minum dan sebagainya. Kalau sudah merasakan perut kenyang makan kita tidak akan makan dan minum lagi.

Pertanahan (Hadis)

PENDAHULUAN
Islam sebagai Agama rahmatan lil alamin, yang memiliki sumber hukum yang sangat komplek guna menyelesaikan masalah kehidupan manusia yang plural, baik itu yang bersifat duniawi maupun ukhrowi, sebagai sumber hukum tentunya menjadi patokon bagi seluruh umat untuk menyelesaikan masalah, khususnya umat Islam. Banyak permasalahan dunia yang terkadang menjadi momok atau membuat putusnya tali persaudaraan. Eksistensi hukum Islam sangat berpengaruh dalam kehidupan kita sebagai mahluk individu ataupun golongan guna mengatur antara hak dan kewajiban serta mengatur antara yang boleh kita lakukan dan yang tidak boleh kita lakukan.

Dalam kehidupan kita sebagai human reletion terkadang terdapat kesalahan yang tidak kita sengaja. Salah satu contoh riil dalam kita bermasyarakat adalah tentang pembukaan lahan garapan atau pembukaan tanah baru. Agama islam tidak pernah malarang ataupun membatasi dalam memperkaya diri asal masih sesuai dengan ketentuan dan tidak bertentangan dengan agama. Termasuk dalam membuka tanah baru atau yang disebut Ihya Al Mawat. Islam sangat mengajarkan bagaimana membuka tanah yang baik, tanah yang belum pernah menjadi hak milik orang lain. Dalam permasalahan membuka tanah terjadi perbedaan pendapat antara imam mazhab yang akan kita bahas berikut ini.

PEMBAHASAN
A MEMBUKA TANAH BARU (IHYA Al-MAWAT)
Islam tidak membatasi seseorang untuk mencari dan memperoleh harta selama dilakukan dengan cara baik dan halal.
Hal ini berarti islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin. Karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang didapatseseorang adalah Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam surat Al Baqoroh ayat 29 :
ﻫﻮﺍﻟﻨﻯ ﺨﻠﻘﻠﻜﻢ ﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻻﺮﺾ ﺟﻣﻌﺎ
Dia (Allah) yang menjadikan untukmu seluruh yang ada dibumi……..(Al Baqoroh : 29)1

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki manusia untuk menunjang kehidupan manusia salah satunya memperoleh harta secara langsung sebelum dimiliki siapapun yaitu menghidupkan/ membuka tanah mati/liar yang belim dimiliki seseorang disebut dengan ihyaulmawat.
Membuka tanah ( Ihya Al-mawat ) adalah membuka tanah yang belum pernah menjadi milik siapapun ( Tanah Liar/hutan ), atau pernah dimiliki namun telah ditinggalkan sampai terlantar, yang dilakukan oleh seseorang untuk dapat digarap dan difungsikan menjadi kebun sawah dan lain-lainya untuk kepentingan pribadinya. Siapa yang memper oleh tanah dalam keadaan demikian dia berhak memilikinya, caranya adalah:
1.Menyuburkanya
2.menanaminya dengan tanaman-tanaman atau tumbuh-tumbuhan
3.memagarinya
4.menggali parit disekelilingnya
Hadits Nabi Muhammad SAW tentang membuka tanah yaitu:

ﻣﻦ ﺍﺤﻳﺎ ﺍﺭﺿﺎ ﻣﻳﺗﻪ ﻔﻬﻲ ﻟﻪ ﴿ﺭﻮﺍﻩﺍﺘﺭﻤﻨﻰ﴾
Artinya
Barang siapa yang membuka tanah mati ( liar ) maka tanah itu menjadi miliknya (H.R. Termidzi )
ﻋﻦ ﻋﺎﺌﺷﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻧﻬﺎ ﺃﻦ ﺍﻟﻧﺑﻲ ﺻﻟﻰ ﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻭﺴﻟﻢ ﻗﺎﻞ ﻣﻦ ﻋﻣﺭ ﺃﺭﺿﺎ ﻟﻳﺴﺖ ﻷﺤﺩ ﻔﻬﻭ ﺃﺤﻖ ﺑﻬﺎ ﴿ﺮﻭﺍﻩﺍﻟﺧﺎﺭﻯ﴾
Artinya
Dari Aisyah r.a bahwa Nabi SAW Bersabda barang siapa yang membangun sebidang tanah yang bukan milik ( hak ) seseorang, maka dialah yang berhak atas tanah itu.( H.R Bukhori )
ﻣﻦ ﺃﺣﺎﻂ ﺣﺎﺌﻄ ﻋﻟﻰ ﺃﺭﺾ ﻓﻬﻱ ﻟﻪ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﺣﻤﺪ ﻮﺍﺑﻮ ﺪﺍﻭﺩ﴾
Artinya
Barang siapa yang mendirikan pagar pada suatu tanah, maka tanah itu menjadi miliknya. ( H.R. Ahmad dan Abu Daud )

ﻤﻥ ﺳﺑﻖ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺴﺑﻗﻪ ﺇﻟﻳﻪ ﻣﺳﻟﻢ ﻓﻬﻭ ﻟﻪ
Artinya
Barang siapa yang mendahului sesuatu yang belum didahului oleh seorang muslim, maka menjadi miliknya

Yang dimaksud dengan tanah mati adalah tanah yang belum terurus. Mengurus tanah sama dengan menghidupkanya. Yang dimaksud dengan menghidupkan tanah mati yaitu ,disiram,ditanami, atau didirikan bangunan, dengan demikian tanah itu menjadi miliknya begitulah pendapat jumhur ilama. Artinya tanah harus dimanfaatkan sesuai kebutuhan.

Dari hadits Nabi SAW diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa orang yang mau membuka atau mengelola tanah mati ( liar) berupa hutan atau rawa yang tidak dipelihara orang atau tanah tandus yang luas yang belum ada pemiliknya, maka ia berhak memilikinya dan hukumnya mubah yaitu halal. Dan orang lain tidak dibenrkan untuk mengambil alih.

Tanah yang belum diusahakan, jika berada di negeri orang islam, kaum musliminlah yang berhak mengambil untuk memilikinya, aitu dengan mengusahakannya baik diizinkan oleh imam dalam hal ini pemerintah atau tidak. apabila tanah berada dilingkungan orang kafir, jika mereka tidak dilarang, boleh bagi orang islam mengusahakan (mengelolanya). Segala sesuatu yang ada di sekitar tanah yang diusahakan itu tidak boleh dimiliki oleh orang lain. Hal ini karena pengusahaan tanah itu tidak biasa dilakukan tidak ada air dan lain sebagainya. Semua itu dinamakan harim makmur, artinya sesuatu yang terlarang dikuasai oleh orang lain, yang disebabkan oleh penguasaan itu.

Sebelum kita membahas lebih dalam, kita akan bagi macam-macam harim terlebuh dahulu :
1.Harim kampung ialah lapangan atau tempat rekreasi, pacuan kuda, pasar, tanah lapang, tempat keramaian.
2.Harim perigi (telaga) yang digali ditanah yang mati (yang baru diusahakan) ialah tempat kubangan ternak,termasuk tanah disekitarnya,seperti tempat pancuran air.
3.Harim rumah ialah tempat pembuangan sampah dan lain-lainnya.2

Dalam permasalahan membuka tanah baru terdapat perbedaan pendapat diantara Ahli Fiqh Mazhab Syafi’I manyatakan siapapun berhak mengambil, manfaat atau memiliknya baik mendapatkan izin dari pemerintah / penguasa yang sah atau pun tidak mendapat izin. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah Beliau berpendapat bahwa membuka tanah boleh dilakukan dengan syarat mendapat mendapat izin dari pemerintah yang sah. Imam Malik berpendapat yang hampir sama dengan Imam Abu Hanifah namun beliau mempersatukan kedua pendapat tersebut dengan jalan membedakan letak daerahnya. Jika tanah tersebut berada didaerah yang terlalu penting dan jauh dari permukiman penduduk, maka tidak perlu mendapat izin dari penguasa. Tapi bila berada dekat dengan pemukiman atau daerah strategis yang incaran setiap orang maka untuk membuka tanah izin Imam sangat diperlukan.

Dalam kontek sekarang, khususnya di Indonesia yang lebih tepat di berlakukan yaitu pendapat Imam Hanafi yang lebih maslahah di bagi bangsa Indonesia. Yang mengharuskan semua jenis pemanfaatan hutan harus dengan seizin pemerintah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Sesuai dengan UUD 45 pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Bumu air dan serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

B. PENYEROBOTAN TANAH

Nabi Muhammad SAW Melarang umatnya menyerobot atau merampas tanah yang telah menjadi milik orang lain. Dalam hadis Nabi menyebutkan.
ﺤﺪﻳﺙ ﺴﻌﻳﺩ ﺑﻦ ﻋﻣﺭ ﺒﻥ ﻧﻓﻳﻝ ﺍﻧﻪ ﺧﺍﺼﻣﺗﻪ ﺍﺮﻮﻯ ﻓﻰ ﺣﻖ ﺮﻋﻣﺖ ﺍﻧﻪ ﺍﻧﺗﻗﺻﻪ ﻠﻬﺎ ﺍﻟﻰ ﻣﺭﻭﺍﻦ ﻓﻗﺎﻝ ﺳﻌﻳﺪ ﺍﻧﺎ ﺍﻧﺗﻗﻳﺹ ﻣﻥ ﺤﻗﻬﺎ ﺷﻳﺄ ﺍﺷﻬﺩ ﻟﺳﻣﻌﺖ ﺭﺳﻭﻝ ﷲ ﻳﻗﻭﻝ ﻤﻦ ﺍﺧﺩ ﺳﺑﺭﺍ ﻣﻦ ﺍﻻﺭﺽ ﻇﻟﻣﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﻃﻭﻗﻪ ﻳﻮﻢ ﺍﻟﻗﻳﺎﻤﺔ ﻣﻦ ﺳﺒﻊ ﺍﺮﻀﻳﻦ﴿ﺭﻭﺍﻩﺍﻟﺑﺧﺎﺮﻯﻮﺍﻟﻤﺳﻟﻢ﴾

Artinya
Said bin zaid bin amrbin Nufail ra ketika diadukan kepada marwan oleh arwa berkenaan dengan haknya maka said berkata: Aku dikatakan mengambil sebagian haknya (tanahnya), saya bersaksi telah mendengarkan Rosulullah SAW bersabda siapa yang mengambil sejengkal tanah orang lain secara paksa ( dholim) maka ia dikalungi tanah itu pada hari kiamat sebagai tujuh petaka bumi. (H.R. Bukhori dan muslim.)

Hadits diatas, memberitahukan bahwa perbuatan merampas tanah orang lain baik banyak ataupun sedikit, mendapat ancaman yang sangat keras terhadap perbuatan zhalim dan ghasob dan digolongkan dosa besar.

Dalam hadits nabi yang lain nabi menyebutkan
ﻤﻥ ﻗﺗﻁﻊ ﺍﺮﻀﺎ ﻅﺎﻟﻤﺎ ﻟﻗﻲ ﺍﷲ ﻮﻫﻮ ﻋﻟﻳﻪ ﻋﺿﺑﺎﻥ ﴿ﺭﻮﺍﻩﺇﺒﻦﻣﺎﺟﻪﻋﻦﺇﺒﻦﻋﻣﺮ﴾

Artinya :
Barang siapa mengambil tanah (milik orangh lain) secara zhalim kelak akan bertemu Allah dalam keadaan murka kepadanya. ( H.R. Ibnu Majjah dari Ibnu Amar )

Dalam hadits ini terdapat ancaman berat bagi orang yang menyerobot tanah milik orang lain. Allah akan murka kepadanya kelak dihari kemudian. Apabila Allah murka terhadapnya maka ia termasuk orang yang celaka dan akan mendapat siksaan yang berat.

Kesimpulan
Membuka tanah yang mati maksudnya menyuburkan tanah yang tandus yang belum pernah ditanami dan menjadikan tanah tersebut dapat memberikan manfaat untuk tempat tinggal, bercocok tanam dan kepentingan lain.
Islam mencintai manusia dapat berkembang ditengah-tengah kesuburan dan menyebar di berbagai pelosok dunia, menghudupkan tanah tandus yang ada padanya. Dengan cara ini mereka dapat menambahkekayaan dan kemakmuransehingga tercapailah kemakmuran dan kekuatan mereka.
Islam memberikan rasa kecintaan kepada pemeluknya agar mereka menggarap tanah yang gersang untuk kemudian disuburkan, mereka gali kekayaannya dan mereka manfaatkan keberkahannya.
Islam juga sangat membenci kepada orang yang menyerobot atau merampas tanah milik orang lain. Murka Allah dan siksaan-Nya kelak mereka terima bagi orang yang merampas tanah yang menjadi hak milik orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
A. Qodir Hasan, Terjemah Nailul Autar Himpunan Hadist-Hadist Hokum IV ( Surabaya : Bina Ilmu 1987 )
Abu Yasid, Figh Realitas (yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005)
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Bogor : Kencana, 2003)
Ibnu Masud dan Zainal Abiding S, Fikih Madhab Safi’i II (Bandung: Pustaka Setia 2000)
Muhammad Fuad AbdulAbdul Baqi, Terjemah Allu`Lu` Marjan II, ( Surabaya .Pt Bina Ilmu 1996)
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah XII (Bandung Al - Ma`ruf, 1988)
Syaid Ahmad Al-Hasyimi, Syarah Mukhtarul Al hadist ( Bandung : Cv. Sinat Baru 1993)

03 November 2010

Pemikiran ekonomi al Ghazali


Al-Ghazali (450-505 H / 1058-1111 M) 

Riwayat Hidup
Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali. Panggilan, Laqob atau gelar Al-Ghazali Zain ad Diin ath Thusy adalah Hujjatul Islam atau Hujjatul Islam Abu Hamid. Lahir pada tahun 450 H / 1058 M. Tepatnya pertengahan abad ke lima Hijriah, dan wafat pada tahun 505 H / 1111 M, tepatnya pada tanggal 14 Jumadil Ats Tsani, hari senin di Thus, sebuah kota di Khurasan (Iran) tempat kelahirannya 

29 October 2010

Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf (113 – 182 H/731 – 798 M)

Menarik untuk dibicarakan dan kita mengkaji kembali salah satu tokoh ekonomi islam yang sangat brillian dimasanya, yaitu Abu Yusuf yang sangat terkenal dengan salah satu karyanya “Al Kharaj”. Beliau hidup pada masa daulah Abassiyah yaitu masa khalifah Harun Al-Rasyid.

23 October 2010

Tafsir FAZLUR RAHMAN yg Kontekstual

Dalam Tema Pokok al-Qur'an, Rahman memperinci metodologi
penafsiran al-Qur'an dalam tiga langkah. Pertama, pendekatan
historis untuk menemukan makna teks; kedua, pembedaan antara
ketetapan legal dengan sasaran dan tujuan al-Qur'an; ketiga,
pemahaman sasaran al-Qur'an dengan memperhatikan latar
belakang sosiologisnya. Dalam perkembangan pemikirannya yang
kemudian, ketiga langkah ini merupakan langkah pertama dalam
perumusan prinsip-prinsip hukum Islam; yaitu, bergerak dari
yang khusus kepada yang umum. Dari ketiga langkah tersebut di
atas, kita harus sanggup menyimpulkan prinsip-prinsip umum
ajaran al-Qur'an. Nanti, prinsip-prinsip umum ini kita
aplikasikan untuk memecahkan masalah-masalah konkret dewasa
ini. Secara operasional, Amal dan Pangabean memperincinya
dalam Tafsir Kontekstual al-Qur'an.

20 October 2010

Sosialisme VS Ekonomi syariah

Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah.
Ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.
Sistem ekonomi syariah sangat berbeda dengan ekonomi kapitalis, sosialis maupun komunis. Ekonomi syariah bukan pula berada ditengah-tengah ketiga sistem ekonomi itu.Sangat bertolak belakang dengan kapitalis yang lebih bersifat individual, sosialis yang memberikan hampir semua tanggungjawab kepada warganya serta komunis yang ekstrim, ekonomi Islam menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan.