28 November 2014

Perbedaan Obligasi Syariah (sukuk) dengan Obligasi Konvensional


Menurut Hamidi: 2003, dalam harga penawaran,  jatuh tempo, pokok obligasi saat jatuh tempo, dan rating antara Obligasi Syariah dengan Obligasi Konvensional tidak ada bedanya.
Perbedaan keduanya terdapat pada pendapatan dan return, yang dapatb dijelaskan sebagai berikut:
Keterangan
Obligasi Syariah
Obligasi Konvensional
Harga Penawaran
100%
100%
Jatuh Tempo
5 tahun
20 tahun
Pokok Obligasi saat jatuh tempo
100%
100%
Pendapatan
Bagi Hasil
Bunga
Return
15,5-16% indikatif
15,5-16% tetap
Rating
AA+
AA+

Perbandingan kedua obligasi tersebut di atas dengan memasukkan obligasi mudarabah dan obligasi ijarah sebagai berikut:[1]

Perbandingan Obligasi dan Sukuk

Obligasi Konvensional
Syariah Mudharabah
Syariah Ijarah
Akad (Transaksi)
Tidak Ada
Mudharabah (Bagi Hasil)
Ijarah (Sewa/Lease)
Jenis Transaksi
-
Uncertainty Contract
certainty Contract
Sifat
Surat Hutang
Investasi
Investasi
Harga Penawaran
100%
100%
100%
Pokok Obligasi saat Jatuh Tempo
100%
100%
100%
Kupon
Bunga
Pendapatan/Bagi Hasil
Imbalan/Fee
Return
Float/Tetap
Indikatif berdasarkan Pendapatan/Income
Ditentukan sebelumnya
Fatwa Dewan Syariah Nasional
Tidak Ada
No. 33/DSN-MUI/IX/2002
No: 41/DSN-MUI/III/2004
Jenis Investor
Konvensional
Syariah/Konvensional
Syariah/Konvensional

Departemen Keuangan (2010) mengemukakan perbedaan obligasi dan sukuk sebagai berikut:
Deskripsi
Sukuk
Obligasi
Penerbit
Pemerintah, Korporasi
Pemerintah, Korporasi
Sifat Instrumen
Sertifikat kepemelikan/penyertaan atas suatu aset
Instrumen pengakuan hutang
Penghasilan
Imbalan, bagi hasil, margin
Bunga/kupon, capital gain
Jangka waktu
Pendek-menengah
Menengah-panjang
Underlying asset
Perlu
Tidak perlu
Pihak yang terkait
Obligor, SPV, investor, trustee
Obligor/issuer, investor
Price
Market price
Market price
Investor
Islami, konvensional
Konvensional
Pembayaran pokok
Bullet atau amotisisasi
Bullet atau amortisisasi
Penggunaan hasil penerbitan
Harus sesuai syariah
Bebas

Selain itu, untuk mempertegas perbedaan keduanya, dapat dilihat dalam pelaksanaanya, yaitu haruslah sesuai dengan prinsip syariah. Bahwa secara umum, ketentuan mekanisme mengenai obligasi syariah adalah sebagai berikut:[2]
  1. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi dalam bentuk bagi hasi atau revenue sharing serta pembayaran utang pokok pada saat jatuh tempo.
  2. Obligasi syariah mudarabah yang diterbitkan harus berdasarkan pada bentuk pembagian hasil keuntungan yang telah disepakati sebelumnya serta pendapatan yang diterima harus bersih dari unsure non-halal.
  3. Nisbah (rasio bagi hasil) harus ditentukan sesuai kesepakatan sebelum penerbitan obligasi tersebut.
  4. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodic atau sesuai ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan secara keseluruhan.
  5. Sistem pengawasan aspek syariah dilakukan oleh DPS atau oleh Tim Ahli syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI.
  6. Apabila perusahaan penerbit obligasi melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian, wajib dilakukan pengembalian dana investor dan harus dibuat surat pengakuan utang.
  7. Apabila Emiten berbuat kelalaian atau cedera janji, maka pihak investor dapat menarik dananya.
  8. Hak kepemilikan obligasi syariah mudarabah dapat dipindahtangankan kepada pihak lain sesuai kesepakatan akad perjanjian.


[1] IM. Sigit Pramono dan A. Aziz Setiawan, Peran Obligasi Syariah dalam Pengembangan Infrastruktur, 2008, www.Konsultasi Muamalat, akses 06-05-2010.
[2] Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003; h. 144-145.

No comments: