30 December 2010

Musyarakah Akuntansi

“Akuntansi Musyarakah”
Oleh : Aji masyhudi


I. Pendahuluan
Perkembangan baru dalam dunia ekonomi di Indonesia adalah tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi Islam. Satu di antaranya adalah perbankan Islam atau perbankan syariah. Berdasarkan huruf a Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UU No. 3 Tahun 2006), perkara bank syari`ah termasuk kewenangan Pengadilan Agama.
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari‟at Islam”. Dapat dipahami bahwa usaha pokok bank syariah adalah mengadakan transaksi-transaksi dan produk-produk bank yang Islami, yakni yang terhindar dari riba, terhindar dari transaksi-transaksi bathil, juga terhindar dari kezhaliman. Oleh karena itu, yang dimaksud bukan sekedar mengarabkan istilah-istilah perbankan, tetapi lebih dari itu harus sejalan dengan prinsip-prinsip syariah dimaksud. Di antara bentuk-bentuk transaksi usaha dalam Islam adalah musyarakah. Bentuk transaksi ini lazim dipraktekkan dalam bank syariah. Karena itu perlu kita ketahui bagaimana produk-produk tersebut berlaku dalam bank syariah, yakni untuk memudahkan analisa apabila terjadi sengketa para pihak. Dalam makalah ini penulis mencoba membahas mengenai akad musyarakah dalam perbankan, mekanisme musyarakah, Karakteristik, Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Musyarakah dan sedikit memberikan contoh akuntansinya. Lebih jelasnya lanjut pada pembahasan berikut.

II. Pembahasan
A. Musyarakah secara Pengertian
Menurut Hanafiyah syirkah adalah Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat mengenai pokok harta dan keuntungannya. Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah Keizinan untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing mengizinkan pihak lainnya berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing. Menurut Hanabilah yaitu Berkumpul dalam berhak dan berbuat hukum. Sedangkan menurut Syafi`iyah ialah Tetapnya hak tentang sesuatu terhadap dua pihak atau lebih secara merata. Menurut Latifa M.Algoud dan Mervyn K. Lewis musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka, untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama.
Sedangkan menurut Sofiniyah Ghufron dkk., al-musyarakah atau syirkah adalah akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, di mana keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Meskipun rumusan yang dikemukakan para ahli diatas secara redaksional berbeda, namun dapat difahami intinya bahwa syirkah adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau beberapa pihak, baik mengenai modal ataupun pekerjaan atau usaha untuk memperoleh keuntungan bersama.

B. Landasan Hukum Musyarakah
Mengenai landasan hukum musyarakah antara lain firman Allah Swt dalam Surat An-Nisaa ayat 12 dan surat As Shaad ayat 24.

Artinya : “Dan jika saudara-saudara itu lebih dua orang, maka mereka bersyarikat pada yang sepertiga itu”.(Qs. An Nisaa : 12)

Artinya : “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh.” (Qs. As Shaad : 24)

Juga hadits Nabi SAW yang berbunyi:

قال الله تعالى اناثا الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه فاذاخانه خرجت من بينهما. رواه أبوداود والحاكم

Artinya : “Saya yang ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak mengkhianati yang lain, tetapi apabila salah satunya mengkhianati yang lain, maka aku keluar dari keduanya”. HR. Abu Daud dan Al-Hakim.

Hadis qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan perkonsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi sikap pengkhianatan.
Secara ijma, bahwa Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni, beliau berkata “kaum muslimim telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

C. Macam-Macam Musyarakah
Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang pertama musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjadi tanpa adanya akad antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia, seperti secara bersama-sama menerima hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersama-sama menjadi ahli waris. Bentuk kedua adalah musyarakah Akad, Musarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberi modal musyarakahnya. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad dibagi menjadi : al `inan, al mufawadhah, al a`maal, al wujuh dan al mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al mudharabah, apakah termasuk dalam kategori musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi sebuah rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Sedangkan yang lain al mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.
1. Syirkah al `Inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, setiap orang memberi suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpastisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
2. Syarikah mufawadhah, adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan parsitipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian syarat utama dari jenis musyarakah jenis ini adalah kesamaan dana yang di berikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3. Syarikah a’maal, yaitu syarikah antara dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan bersama-sama dan membagi untung bersama berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian.
4. Syarikah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasarkan pada jaminan tersebut. Kontrak ini lazim disebut kontrak musyarakah piutang.
Dari berbagai macam syarikah tersebut, Syafi‟iyah menolak syarikah wujuh dengan alasan bahwa pada dasarnya dalam suatu syarikah harus ada modal ataupun pembagian beban usaha ataupun pekerjaan, hal ini tidak ada pada syarikah wujuh.

D. Rukun dan Syarat Syarikat Al-‘Uqud
Menurut Hanafiyah untuk terjadinya syarikah al-‘uqud, maka harus ada ijab dan qabul. Sedangkan menurut Jumhur, rukunnya ada tiga, yaitu: pertama, Dua orang yang berakal sehat, Kedua, Objek yang diperjanjikan dan ketiga adalah Lafaz akad yang sesuai dengan isi.
Lebih lanjut Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad pada umumnya adalah al- ‘aqidaini, mahallu al ‘aqd dan sighat al ‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa Az Zarqa menambah satu lagi, yakni maudhu’ al ‘uqd (tujuan akad). Sedangkan syarat syarikat al ‘uqud pada umumnya adalah:
a. Harus mengenai tasharuf yang dapat diwakilkan
b. Pembagian keuntungan yang jelas
c. Pembagian keuntungan tergantung kepada kesepakatan, bukan kepada besar kecilnya modal atau kewajiban.

E. Aplikasi Musyarakah Pada Perbankan Syari‟ah
Akad musyarakah dapat diaplikasikan atau dipraktekkan dalam perbankan syariah dalam bentuk antara lain:
1. Pembiayaan, dalam bentuk musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu. Bank dan nasabah sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Kemudian setelah proyek selesai dilakukan, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang disepakati untuk bank. Bagi hasil harus dibagi setelah proyek dikerjakan.
Dalam pekembangannya, akad musyarakah bisa dipraktekkan perbankan dengan pola perkongsian (musyarakah) mengecil atau dikenal dengan musyarakah mutanaqishah. Dalam perbankan akan ini menentukan secara beransur-ansur kepemilikan bank pada nasabah mengecul dan akhirnya aset sebenuhnya milik nasabah. Misalnya nasabah dan bank berkongsi untuk pengadaan barang (rumah). Dari pengadaan rumah tersebut nasabah memiliki porsi 40% dan bank memiliki 60%. Untuk memiliki rumah tersebut nasabah nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank 60%. Kerena pembayaranya berupa ansuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya ansuran nasabah. Barang yang telah diberi secara kongsi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadai 100% dan porsi bank menjadi 0%.
2. Modal Ventura, pada lembaga khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya baik secara singkat maupun bertahap.

1) Fitur Dan Mekanisme
Kerja sama dalam suatu usaha oleh kedua pihak dengan mekanisme diantaranya:
1. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;
2. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan;
3. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;
4. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak,
5. Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;
6. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya;
7. Dalam hal Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya;
8. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
9. Pengembalian Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode Pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu Pembiayaan atas dasar Akad Musyarakah;
10. Pembagian hasil usaha berdasarkan laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan
11. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.
Berikut skema Musyarakah:

2) Tujuan / Manfaat
Bagi Bank sebagai salah satu bentuk penyaluran dana, sehingga memperoleh pendapatan dalam bentuk bagi hasil sesuai pendapatan usaha yang dikelola.
Bagi Nasabah memenuhi kebutuhan modal usaha melalui sistem kemitraan dengan bank.

3) Analisis dan Identifikasi Risiko
1. Risiko Pembiayaan (credit risk) yang disebabkan oleh nasabah wanprestasi atau default.
2. Risiko Pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar jika pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam valuta asing.
3. Risiko Operasional yang disebabkan oleh internal fraud antara lain pencatatan yang tidak benar atas nilai posisi, penyogokan/ penyuapan, ketidaksesuaian pencatatan pajak (secara sengaja), kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi/ pencatatan maupun pelaporan.

F. Karakteristik, Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Musyarakah
Musyarakah adalah suatu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangka resiko dibagi berdasarkan porsi dana. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut, sedangkan mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah.
Para mitra (syarik) bersama sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun usaha yang tergolong baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap ataupun sekaligus kepada entitas (mitra lain). Investasi musyarakah dapat berbentuk kas, setara kas,atau aset nonkas, termasuk aset tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lain menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Berikut adalah yang menunjukkan kesalahan yang disengaja yaitu: yang pertama, Pelanggaran atas akad antara lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional, kedua, Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.
Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan atau pihak institusi yang berwenang. Pendapatan musyarakah dibagi kepada para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetor, atau nisbah yang telah disepakati oleh mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai juga dengan dana yang disetor. Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk dana tambahan keuntungan lainya. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah bagi hasil yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama perode akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Pengelola musyarakah menganidministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.

1. Akuntansi Untuk Mitra Aktif
Pada Saat Akad
a. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.
b. Pengukuran investasi musyarakah: (a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan (b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebaga selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah.
c. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan: (a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan (b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah.
d. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru.
e. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
f. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar: (a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan (b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif.

Selama Akad
a. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar: (a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau (b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
b. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada).

Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban.
Pengakuan Hasil Usaha
a. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban.
b. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah.
c. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah.
d. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah.
2. Akuntansi Untuk Mitra Pasif

Pada Saat Akad
a. Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif
b. Pengukuran investasi musyarakah: (a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan (b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai: (i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau (ii) kerugian pada saat terjadinya.
c. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jik ada)
d. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra.

Selama Akad
a. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar: (a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jik ada); ata (b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saa penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
b. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarka untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada).

Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana.
Penyajian
a. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk; (c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas.
b. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah.
Pengunkapan
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada: (a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain; (b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan (c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

Contoh akuntansi Musyarakah
Seorang Pengusaha ternak mengajukan pembiayaan musyarakah ke sebuah bank syariah.
Dari hasil pembicaraan disepakati sebagai berikut:
Porsi bank : 100.000.000
Jangka waktu : 1 tahun
Nisbah : 50% : 50%
Terdapat biaya sebesar 1.000.000 untuk realisasi kerjasama musyarakah tersebut. Berikut pembukuannya
Akuntansinya
1. Realisasi porsi bank sebesar 100.000.000
a. Berupa dana (tunai) seluruhnya
Penyertaan bank langsung dimasukkan ke rekening giro nasabah
Jurnal :
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 100.000.000 -
Giro-Rp - 100.000.000

b. Campuran
a) Dana tunai sebesar 70.000.000
Oleh bank langsung disetor ke rekening giro nasabah
Jurnal:
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 70.000.000 -
Giro-Rp - 70.000.000

Atau disediakan dana pada rekening Pembiayaan Musyarakah, sehingga setiap penarikan maupun setoran, mutasinya langsung di rekening tersebut
b) Berupa pakan sebesar 30.000.000
a. Nilai buku = nilai pasar / tunai = 30.000.000
Jurnal
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 -
Persediaan Barang - 30.000.000

b. Nilai buku hanya 20.000.000, sedangkan nilai tunai sebesar 30.000.000, sehingga diperoleh keuntungan sebanyak 10 juta. Jurnal
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 -
Persediaan barang - 30.000.000


Rekening Debet Kredit
Persediaan barang 10.000.000 -
Laba Musyarakah - 10.000.000

Persediaan barang
Persediaan Awal 20.000.000 Pembiayaan Musyarakah 30.000.000
Laba 10.000.000
Jumlah 30.000.000 30 000.000

Nilai buku sebesar 35 juta, sedangkan nilai pasar wajar adalah 30 juta, jadi rugi 5 juta.
Jurnal :
Rekening Debet Kredit
Pembiayaan Musyarakah 30.000.000 -
Persedian barang - 30.000.000

Rekening Debet Kredit
Rugi Musyarakah 5.000.000 -
Persediaan Barang - 5.000.000

Persediaan barang
Persediaan Awal 35.000.000 Pembiayaan Musyarakah 30.000.000
Rugi 5.000.000
Jumlah 35.000.000 35.000.000

2. Distribusi biaya musyarakah sebesar 1 juta misal biaya notaris.
a. Saat pembayaran biaya
Jurnal
Rekening Debet Kredit
Rekg Transitoris- Rp 1.000.000 -
Giro-Rp / kliring - 1.000.000

b. Distribusi biaya
1. Beban bank seluruhnya
Jurnal:
Rekening Debet Kredit
Biaya Musyarakah 1.000.000 -
Rekg Transitoris- Rp - 1.000.000

Bila dari awal disepakati bahwa beban biaya notaris menjadi beban bank, maka tanpa melalui jurnal pada butir a, jurnal secara langsung sebagai berikut:
Rekening Debet Kredit
Biaya Musyarakah 1.000.000 -
Giro-Rp / kliring / kas - 1.000.000






2. Bank dan nasabah pembiayaan masing-masing dibebani separo (lanjutan butir a)
Beban bank
Jurnal
Rekening Debet Kredit
Biaya Musyarakah 500.000 -
Rekg Transitoris- Rp - 500.000

Beban debitur dilimpahkan ke giro nasabah
Rekening Debet Kredit
Giro Rp 500.000 -
Rekg Transitoris- Rp - 500.000

3. Saat jatuh waktu pembiayaan musyarakah.
Berdasarkan perhitungan terdapat kelebihan dana musyarakah sebesar 10 juta, yang ditampung direkening nasabah pembiayaan.
Porsi dana bank dikembalikan

Jurnal:
Pembagian keuntungan 50% : 50%

Rekening Debet Kredit
Giro Rp Debitur 5.000.000 -
Keuntungan Musyarakah - 5.000.000






Pengembalian dana bank

Rekening Debet Kredit
Giro Rp Debitur 100.000.000 -
Keuntungan Musyarakah - 100.000.000






III. Penutup
a. Kesimpulan
Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Musyarakah dapat berupa musyarakah permanen maupun menurun. Musyarakah permanen modalnya tetap sampai akhir masa musyarakah, musyarakah menurun modalnya secara beransur-ansur menurun karena dibeli oleh mitra musyarakah.
Keuntungan atau pendapatan musyarakah dibagi berdasarkan kesepakatan awal sedangkan kerugian musyarakah dibagi secara proporsional berdasarkan modal yang disetor.
Setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh : tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan yang telah ditentukan dalam akad, atau hasil putusan dari pengadilan.




b. Refernsi
Afandi, M. Yazid, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta, Logung Pustaka, 2009). h. 130
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Gema Insani, Jakarta, 2001
Dasuki, H.A.Hafizh et al, Ensiklopedi Islam, Jilid I, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994
Dewi, Gemala, dkk., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2006
Saabiq, As-Sayyid, Fiqh As-Sunnah, Jilid III, Daar Al-Kitaab Al-„Arabiyi, Beirut, 1985
Ghufron, Sofiniyah, dkk. (Penyunting), Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah,Renaisan, Jakarta, 2005
Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia 2008
Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2010.
Latifa M.Algaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syari’ah, Prinsip, Praktik dan Prospek, (Terjemahan Burhan Wirasubrata), PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005
Muhammad, Dwi Suwiknyo, Akuntasi Perbangkan Syariah, Yogyakarta: TrustMedia Plublishing. 2009
Qudamah, Abdullah ibn Ahmad, Mughni wa Syarh Kabir, Beriut: Darul Fikr, 1979
Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islaamiyu wa Adillatuhu, Juz IV, Daar Al-Fikri, Damaskus, 1989

21 December 2010

Hukum Perdagangan Islam

PENGERTIAN Jual beli (bai') menurut bahasa menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedang menurut terminologi syari'at Islam adalah mempertukarkan harta dengan harta yang lain dengan cara tertentu (diizinkan syara').[1]

Islam menghalalkan perdagangan sebagai salah satu ikhtiar mencari karunia dari Allah. Allah berfirman (artinya) : dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS Al-Baqarah : 275). Sebagai suatu akad (transaksi), jual beli

18 December 2010

Manajemen Kredit Syari’ah Bank Muamalat

MANAJEMEN KREDIT SYARIAH BANK MUAMALAT
Oleh:
Chairuddn Syah Nasution

Abstraksi
Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam dewasa ini telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-konvensional. Fenomena ini ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank muamalat dengan sistem syariah. Suatu hal yang sangat menarik, yang membedakan antara manajemen bank muamalat dengan bank umum adalah terletak pada pemberian balas jasa, baik yang diterima oleh bank maupun para investor.

Perdagangan Bebas Menurut Islam

Pengokohan Dominasi Kaum Neolibertarian

Ditengah kondisi perekonomian nasional yang masih carut marut. Pemerintah tetap ngotot memberlakukan China - ASEAN Free Trade Area (CAFTA) sejak tanggal 1 Januari 2010 lalu. Seperti halnya kebijakan-kebijakan sebelumnya semacam kebijakan penghapusan subsidi, pengetatan fiskal, reformasi perpajakan, dan privatisasi BUMN kebijakan pasar bebas tidak lepas dari pro dan kontra. Sebagian orang, terutama kaum neolibertarian, percaya sepenuhnya bahwa pasar bebas berhubungan langsung dengan penciptaan kesejahteraan rakyat.

Monopoli

Monopoli dalam Pandangan Islam
Oleh : Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc

Masalah monopoli ini menarik bila didiskusikan. dan tentunya memberi kita pengetahuan terkait praktek monopoli, dan bagimana pandangan islam terhadap monopoli, berikut ini adalah sedikit penjelasan terkait monopolo dalam pandangan islam.

Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada pekan ini adalah keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyatakan bahwa salah satu perusahaan asing dianggap bersalah karena mempunyai kepemilikan silang di dua perusahaan telekomunikasi papan atas Indonesia. Perusahaan tersebut dinyatakan telah melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Meskipun mendapat dukungan penuh Presiden dan Wapres, keputusan ini mendapat reaksi yang bermacam-macam, baik pro maupun kontra. Banyak kalangan yang menunjukkan kekhawatiran bahwa keputusan KPPU tersebut akan memiliki dampak negatif terhadap iklim investasi yang tengah dibangun oleh pemerintah Indonesia. Kuasa hukum perusahaan asing tersebut pun menyatakan akan mengajukan banding ke pengadilan negeri karena merasa tidak bersalah dan menganggap bahwa keputusan tersebut mengandung banyak kesalahan.

Terlepas dari pro dan kontra yang ada, langkah yang telah ditempuh KPPU perlu diapresiasi dan didukung, karena menunjukkan keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan ekonomi nasional. Kekhawatiran akan terganggunya iklim investasi tidak perlu dibesar-besarkan, karena diyakini bahwa potensi yang dimiliki oleh bangsa ini untuk menarik dana investasi sangat besar. Justru dengan ketegasan KPPU, Indonesia telah menunjukkan kepada dunia bahwa kepastian hukum telah menjadi bagian dari agenda pembangunan nasional, terutama di bidang ekonomi.

Islam dan praktik monopoli

Persoalan monopoli sesungguhnya merupakan persoalan yang sangat menarik untuk dibahas. Bahkan permasalahan ini telah mendapat perhatian yang sangat serius dari ajaran Islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT: "...agar harta itu jangan hanya berputar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu sekalian..." (QS 59: 7). Selain riba, monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi.

Para ulama terkemuka abad pertengahan pun, seperti Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, dan Ibn Khaldun, telah pula melakukan kajian yang mendalam tentang praktik monopoli. Ibn Taimiyyah misalnya, dalam kitabnya Al-Hisbah fil Islam menyatakan bahwa ajaran Islam sangat mendorong kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi sepanjang tidak bertentangan dengan aturan agama.

Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan di tangan individu adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Namun demikian, ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan praktik-praktik monopolistik yang merugikan, maka adalah tugas dan kewajiban negara untuk melakukan intervensi dan koreksi.

Negara bertanggung jawab penuh untuk menciptakan keadilan ekonomi, dengan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Karena itulah, beliau menekankan pentingnya keberadaan lembaga al-Hisbah sebagai organ negara yang bertugas untuk memonitor pasar, mengawasi kondisi perekonomian dan sekaligus mengambil tindakan jika terjadi ketidakseimbangan pasar akibat monopoli dan praktik-praktik lain yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya At-Turuk al-Hukmiyyah.

Sementara itu, Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah juga menyatakan pentingnya peran negara dalam menciptakan keadilan ekonomi dan keseimbangan pasar. Ia menegaskan bahwa pajak (dan juga denda) adalah instrumen yang dapat digunakan oleh negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk mengeliminasi praktik-praktik kecurangan yang terjadi di pasar, termasuk praktik-praktik monopoli yang dilakukan oleh segelintir pebisnis.

Karena itu, keputusan yang dijatuhkan KPPU yang antara lain berupa kewajiban membayar denda bagi perusahaan asing tersebut, selain melepaskan sahamnya, adalah keputusan yang sangat tepat. Diharapkan ada efek jera bagi perusahaan-perusaha an lain yang berniat untuk melakukan manipulasi pasar demi kepentingan bisnis mereka.

Namun demikian, ajaran Islam membolehkan praktik monopoli yang dilakukan oleh negara, dengan syarat hanya terbatas pada bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput". Ke depan, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengelola investasi yang diharapkan dapat mengembangkan perekonomian nasional.

Langkah strategis
Pertama, perlunya penguatan karakter bangsa yang memiliki kepercayaan dan keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya, memiliki keberpihakan kuat terhadap kepentingan masyarakat terutama kaum dhuafa, dan mempunyai etos kerja yang kuat dan produktif. Kedua, memanfaatkan secara optimal instrumen-instrumen ekonomi alternatif, yaitu instrumen ekonomi Islam, seperti sukuk dan zakat.

Membangun kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan potensi dan instrumen ekonomi dalam negeri, harus terus-menerus dilakukan, karena tidak mungkin kemajuan akan dicapai dengan mengandalkan bantuan asing semata-mata. Sukuk dapat dijadikan sebagai pintu masuk investasi yang diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjamin keseimbangan sektor moneter dan sektor riil. Zakat dapat digunakan dalam upaya memerangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan kaum dhuafa. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: "Kalian akan diberi pertolongan dan diberi rezeki dengan sebab (menolong) kaum dhuafa di antara kalian...". Pemanfaatan zakat jauh lebih baik daripada mengandalkan utang luar negeri, termasuk utang dari badan-badan dunia seperti Bank Dunia yang terkadang menjerumuskan.

Ketiga, konsistensi penegakan hukum. Pemerintah dan lembaga peradilan tidak boleh ragu-ragu di dalam menegakkan hukum, apalagi tunduk terhadap desakan negara-negara luar. Pemerintah harus memiliki keyakinan bahwa rakyat akan selalu mendukung jika pemerintah konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu, meskipun pada akhirnya harus berhadapan dengan kekuatan dan tekanan asing. Wallahu a'lam bi ash-shawab.

semoga bisa menambah wacana kita
***********************Sumber : http://www.republika.co.id

17 December 2010

Sahabat Selamanya dari Padi Band

Berikut adalah Lirik Lagu Sahabat Selamanya dari Padii

Sahabat untuk selamanya
Bersama untuk selamanya
Kau dan aku sahabat
Untuk selamanya setia

Sahabat untuk selamanya
Atasi semua perbedaan
Kau dan aku sahabat
Untuk selamanya… Selamanya setia

Sahabat untuk selamanya
Berbagi dan saling menjaga
Kau dan aku sahabat
Untuk selamanya… Selama-lamanya… setia…

Hukum investasi pada saham


Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) meluncurkan prinsip pasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15 Maret 2003 dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Bapepam dengan Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar modal Indonesia terus meningkat. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang berkaitan dengan industri pasar modal No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham. Para ahli fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat dikatergorikan memenuhi prinsip syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam syariah islam, seperti :

14 December 2010

Penetapan Harga (tinjauan Ulama)

Ada sebagian ulama menolak peran negara untuk ikut campur urusan ekonomi, di antaranya dalam hal penetapan harga, sebagian ulama yang lain membenarkan negara untuk menetapkan harga. Perbedaan pendapat ini berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Anas sebagaimana berikut: “Orang orang mengatakan, wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk kami.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga, yang menyempitkan dan melapangkan rizki, dan saya sungguh berharap untuk bertemu Allah dalam kondisi tidak seorang pun dari kalian yang menuntut kepadaku dengan suatu kezalimanpun dalam darah dan harta.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah ).