05 November 2010

Upah

PENDAHULUAN
Segala puji syukur hanya milik Allah sang Khalik, yang maha pengasih dan maha penyang, dan shalawat salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah yang senantiasa kita harap selalu syafaat beliau kelak di yaumil kiyamah.

Mengambil upah dalam mengajarkan Al Quran atau hadis Nabi SAW, atau ilmu agama lainnya, maka berhak menrima dari jerih payahnya. Sebagaimana dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Dari Ibu Abbas r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda, pekerjaan yang lebih berhak menerima upahnya ialah mengajarkan kitab Allah Ta`ala”. H.R Bukhari dan muslim.1

Dari hadis diatas bisa disimpulkan bahwa orang yang mengajarkan al quran, dapat menerima upah dari apa yang diajarkan.

Dalam pembahasan ini kami akan singgung pendapat para Ulama Imam Mazhab tentang pekerjaan-pekerjaan Ibadah (ketaatan), sepeti membaca Al Qur`an, mengajarkan Al Qur`an dan lain sebagainya.

PEMBAHASAN
Mengambil Upah Mengajar Al Quran
Bagi orang yang mengajar Al Quran atau sabda Nabi SAW atau ilmu-ilmu agama, dia berhak menerima upah dari jerih payahnya atau usahanya.
Sebagaimana hadis Rasulullah menyebutkan:

“Dari Ibu Abbas r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda, pekerjaan yang lebih berhak menerima upahnya ialah mengajarkan kitab Allah Ta`ala”. H.R Bukhari dan muslim.

Pendapat Para Imam Mazhab tentang Upah Dalam Pekerjaan Ibadah
Upah dalam pekerjaan ibadah (ketaatan) seperti shalat, puasa,haji dan membaca al quran diperselisihkan kebolehannya oleh para ulama, karena berbeda cara pandang terhadap pekerjaan-pekerjaan ini.

Mazhab hanafi perpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa haji, atau membaca al quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti ibu bapak dari yang menyewa, azan, qomat, dan menjadi imam, haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan tersebut. Karena rasul saw bersabda :

Artinya:
”Bacalah olehmu Al Quran dan jangan kamu (cari) makan dengan jalan itu”.

Artinya:
“jika kamu mengankat seseorang menjadi muazdin, maka janganlah kamu pungut dari azan itu suatu upah”.

Perbuatan seperti azan, qomat, shalat, haji, puasa, membaca Al Quran,dan dzikir tergolong perbuatan taqarrub kepada allah karenanya tidak boleh mengambil upah untuk pekerjaan itu selain dari allah.

Hal yang sering terjadi di beberapa daerah dinegara Indonesia, apabila salah seorang muslim meninggal dunia, maka orang-orang yang ditinggal mati (keluarga) memeintah kepada santri atau yang lainnya yang pandai membaca al quran dirumah atau dikuburan secara bergantian selama tiga malam bil;a yang meninggal belum dewasa, tujuh malam bagi orang yang meninggal sudah dewasa dan ada pula bagi orang-orang tertentu mencapai 40 malam.setelah selesai pembacaan al quran pada waktu yang telah ditentukan, mereka diberi upah alakadarnya dari jasanya tersebut.

Pekerjaan seperti ini batal menurut hukum islam karena yang membaca Al Quran bila bertujuan untuk meamperoleh harta maka tak ada pahalanya. Lantas apa yang dihadiahkan kepada mayit, sekalipun pembaca Al Quran niat karena Allah, maka pahala pembacaan ayat Al Quran untuk dirinya sendiri dan tidak bisa diberikan kepada orang lain, kerena Allah berfirman:yang artinya

Mereka mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dia kerjakan.(Al Baqarah:282).

Dijelaskan oleh sayid sabiq dalam kitabnya fiqh sunnah, para ulama memfatwakan tentang kebolehan mengambil upah yang dianggap sebagai perbuatan baik, seperti pahala pengajar alquran, guru-guru disekolah dan yang lainnya diperbolehkan mengambil upah karena mereka membutuhkan tunjangan untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, mengingat mereka tidak sempat melakukan pekerjaan lain seperti berdagang, bertani, dan yang lainnya dan waktunya tersisa untuk mengajarkan alquran.

Menurut madzab Hambali bahwa mengambil upah dari pekerjaan azan, qomat, mengajarkan Al Quran, fiqh, hadis, adalah tidak boleh, diharamkan bagi pelakunya. Untuk mengambil upah tersebut. Namun, boleh mengambil upah dari pekerjaan tersebut jika termasuk kepada mashalih, seperti mengajarkan Al Quran, hadis, dan fiqh dan haram mengambil upah yang termasuk kepada taqarrub seperti membaca Al Quran, shalat, dan yang lainnya.

Madzab Maliki, Syafi`i, dan Ibnu Hazm membolehkan mengambil upah sebagai imbalan mengajar Al Quran dan ilmu-ilmu karena ini termasuk jenis imbalan perbuatan yang diketahui dan dengan tenaga yang diketahui pula.

Ibnu Hazm mengatakan bahwa pengambilan upah sebagai imbalan mangajar Al Quran dan pengajaran ilmu, baik secara bulanan maupun sekaligus karena nash yang melarang tidak ada.

Abu Hanifah dan Ahmad melarang pengambilan upah dari tilawah Al Quran dan mengajarkannya bila kaitan pembacaan dan pengajarannya dengan taat atau ibadah. Sementara Maliki berpendapat boleh mengambil imbalan dari pembacaan dan pengajaran Al Quran.

Imam Syifi`i berpendapat bahwa pengambilan upah dari pengajaran fiqh, hadis, menggali kuburan, memandikan mayat, dan membangun madrasah adalah boleh.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengambilan upah menggali kuburan dan membawa jenazah adalah boleh, namun pengambilan upah memandikan mayit tidak boleh.2

Kesimpulan
Orang yang mengambil upah dari mengajarkan Al Quran adalah boleh karena hal tersebut merupakan hasil dari jerih payahnya.
Mengenai masalah ini para ulama banyak yaag berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.

Daftar Pustaka
Drs.H.Ibnu Mas`ud, Drs.H.Zainal Abidin.S, Fiqh Mazhab Syafi`I (edisi lengkap), CV. Pustaka Setia, Bandaung: 2000.
Dr.H. Hadi Suyandi, M.Si,Fiqh Muamalah, PT.Raja Grifindo Persada, Bandung: 2005.
Sayyid sabiq, fiqh sunna, Pustaka- Percetakan Offset.

No comments: