31 August 2010

Perkembangan Hukum Islam Pada Zaman Renaisance

Pendahuluan
Perkembangan hukum islam merupakan sutau keharusan dalam mengembangkan dan menjalankan suatu pemerintahan. Tidak ada suatu pemerintahan yang berjalan tanpa adanya landasan hokum yang dijadikan pedoman dalam menjalankan segala kebijakan-kebijakan suatu pemerintahan.

Telah diketahui dalam Islam terdapat suatu landasan yang sangat terkenal yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi pijakan setiap umat islam dalam menjalankan roda pemerintahan, khususnya di pemerintahan Islam. Ini telah terjadi pada masa kekuasaan Rasulullah saw, berlanjut pada masa sahabat, dan selanjutnya pada masa tabi’in, yang menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai pijakan dalam menentukan suatu penyelesaian atas suatu hukum. Dalam perkembangannya tidak hanya pada al-qur’an dan sunnah saja yang dijadikan pijakan atau pedoman dalam menentukan atas suatu hukum, tetapi berpedoman pada Qiyas dan Ijma’ para Sahabat, tabi’in, atau pada generasi selanjutnya. Guna memberikan kejelasan dalam pengambilan dan penyelesaian atas suatu ukum yang belum ada landasan dalam penyelesian. Sehingga menjadikan suatu daerah tenteram akan adanya hokum yang memberikan keamanan dan kejelasan dalam kehidupan soscial.

Dalam dunia Islam terkenal fikih empat imam mazhab, yaitu fikih Imam Hanafi, Fikih Imam Malik, Fikih Imam Syafi’i, dan Fikih Imam Hanbali. Hukum fikih empat imam inilah yang dijadikan rujukan setiap pengambilan kepastian hokum pada masa tabi’in. namun dalam perkembangan selanjutnya, hukum Islam mengalami masa kelesuan. Ini ditandai dengan adanya taqlid terhadap masing-masing mazhab yang dianut. Hal ini menyebabkan tidak ada pengembangan metode ijtihad yang telah dilakukan empat imam mazhab. Sehingga dalam menetapkan suatu hokum para qadi mengikuti hokum yang telah ada.

Dalam situasi yang seperti ini, muncul tokoh-tokoh sebagai reaksi terhadap kemunduran pemikiran Islam. Sehingga penulisan hukum islam tidak lagi melukiskannya secara umum, tetapi telah membicarakannya secara spesifik ke berbagai aspek kehidupan.

Selanjutnya pada pembahasan makalah ini ‘Perkembangan hokum islam pada zaman renaissance yang meliputi perkembangan hukum Islam: seputar imam mazhab, masa kelesuan, dan yang terakhir masa kebangkitan hukum Islam. 

Pembahasan
Perkembangan Hukum Islam Pada Zaman Renaisance
A. Zaman Perkembangan
Keadaan tasyri’ 
Pada masa ini merupakan perkembangan seluruh hokum yang menjadi inti pokok dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Mulai dari penggunaan hadits Nabi SAW sampai pada penggunaan akal dalam menentukan suatu pokok permsalahan yang sedang terjadi. Pada massa perkembangan ini ditandai dengan lahirnya empat imam mazhab yang akan mendominasi seluruh pemikiran hokum yang berkembang dan yang akan menjadi landasan masyakat dalam mengamil suatu kesimpulan hokum dalam masyarakat.

Adapun 4 imam mazhab itu yaitu yang terkenal tersebut beserta dengan karya-karya monumentalnya dengan disusun sempurnanya penyusunan kitab-kitab fikih dalam berbagai mazhab, dalam periode ini juga disusun kitab-kitab usul fikh, seperti ar-Risalah yang disusun oleh Imam Syafi’i, al-Muwatta’ Imam Malik, al-Hasr yang disusun oleh Imam Abu Hanifah, al-Musnad yang disusun oleh Imam Hanbal.

Kitab-kitab fikih pun mulai disusun pada periode ini, dan pemerintah pun mulai menganut salah satu mazhab fikih resmi Negara, seperti dalam pemerintahan Daulah Abbasiah yang menjadikan fikih mazhab Hanafi sebagai pegangan para hakim di pengadilan.

Sebagaimana pada periode ketiga, pada periode ini fikih iftiraddi semakin berkembang karena pendekatan yang dilakukan dalam fikih tidak lagi pendekatan aktual dikala itu, tetapi mulai bergeser pada pendekatan teoritis.

B. Zaman Kelesuan
Masa kelesuan terjadi setelah para imam mazhab meninggal dunia dan digantikan oleh para muridnya dari masing-masing mazhab. Yang terjadi sekitar abad ke X-XIX M. 

Pertengahan pada abad ke 4 sampai abad ke 7 H, periode ini ditandai dengan menurunnya semangat ijtihad dikalangan ulama fikih, bahkan mereka cukup puas dengan fikih yang telah disusun dalam berbagai mazhab. Ulama lebih banyak mencurahkan perhatian dalam mengomentari, memperluas atau meringkas masalah yang ada dalam kitab fikih mazhab masing-masing. Lebih jauh Mustafa Ahmad az-Zarqa menyatakan bahwa periode munculnya anggapan bahwa pintu ijtihad telah tertutup.

Imam Muhammad Abu Zahrah menyatakan beberapa penyebab yang menjadikan tertutupnya pintu ijtihad pada periode ini, yaitu munculnya sikap ta’asub mazhab dikalangan ulama, pengikut dan murid-murid imam mazhab. Ulama ketika itu lebih baik mengikuti pendapat yang ada dalam mazhab dari pada mengikuti metode yang dikembangkan imam mazhabnya untuk melakukan ijtihad.

Sekalipun ada ulama yang melakukan ijtihad pada kala itu, hasil ijtihadnya hanya terbatas pada maazhab yang dianutnya. Di samping itu, perkembangan fikih serta metode ijtihad banyak yang berupaya menguatkan suatu pendapat dari ulama dan munculnya perdebatan antar mazhab diseluruh daerah. Hal inipun menyebabkan masing-masing mazhab menyadari kembali kekuatan dan kelamahan masing-masing. Akan tetapi, sebagai mana dikemukakan imam Muhammad Abu Zahrah, perdebatan ini kadang-kadang jauh dari sikap-sikap ilmiah.

Ilmu hukum Islam mulai berhenti berkembang diakhir pemerintahan Abbasiyah. Ahli hukum hanya membatasi diri mempelajari pikiran-pikiran para ahli sebelumnya yang dituangkan ke dalam buku atau kitab berbagai mazhab. Adapaun yang dipermasalahkan tidak lagi soal-aoal yang mendasar atau pokok, tetapi soal-aoal kecil yang biasa disebut dengan istilah furu’ (cabang). Sejak itu mulai ada gejolak untuk mengikuti saja pendapat para ahli sebelumnya (ittiba’ taqlid). Para ahli hukum pada masa ini tidak lagi mengambil hukum Islam dari sumber aslinya, tetapi hanya sekedar mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada mazhabnya masing-masing. 

Ciri umum pemikiran hukum pada periode ini ialah para ahli hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW, tetapi pikirannya ditumpahkan pada pemahaman, perkataan, dan pikiran-pikiran hukum para imam-imamnya saja. Artinya masyarakat yang terus berkembang, sedangkan pemikiran akan hukum suatu masalah berhenti. Maka terjadilah kemunduran pemikiran dalam perkembangan hukum Islam.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dalam perkembangan hukum islam diantaranya4: 
  1. Kesatuan wilayah Islam yang luas, telah retak dengan munculnya beberapa Negara baku (berdaulat), baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara, kawasan Timur Tengah, dan Asia dengan membawa ketidakstabilan politik.
  2. Ketidak stabilan politik. Ini menyebabkan ketidak stabilan kebebasan berpikir. Orang tidak bebas mengutarakan pemikirannya karenan pada jaman sebelumnya telah terbentuk aliran-aliran pemikiran hukm yang disebut mazhab, dan ahli hukum tinggal memilih (ittiba’) atau mengikuti (taqlid) pada salah satu diantaranya. Sikap yang seperti ini meyebabkan “jiwa atau ruh ijtihad” yang menyala-nyala di zaman sebelummya menjadi padam dan para ahli hukum hanya mengikuti saja paham yang telah ada dalam mazhabnya.
  3. Pecahnya kesatuan kenegaraan atau pemerintah menyebabkan kemerosotan kewibawaan pengendalian perkembangan hukum. Dan juga munculnya orang-orang yang sebenarnya tidak layak untuk berijtihad, namun mengeluarkan berbagai fatwa yasng membingungkan masyarakat. Kesimpangsiuran pendapatnya sering kali bertentangan, menyebabkan pihak yang berkuasa memerintahkan para Qadi untuk mengikuti saja pemikiran yang telah ada, dengan maksud untuk menghentikan kesimpangsiuran tersebut.
  4. Timbul gejolak kelesuan pemikiran dimana-mana, karena itu para ahli tidak mampu lagi menghadapi perkembangan keadaan dengan mempergunakan pemikiran akal pikiran yang merdeka dan bertanggung jawab.
Akhir zaman keemasan itu ditutup dengan sikap para pengikut mazhab yang bertaqlid, dengan begitu muncullah anggapan pintu ijtihad telah tertutup, sehingga ulama tidak lagi berijtihad, kecuali ijtihad dengan mengikatkan diri pada aliran fikih tertentu. 

Zaman Kebangkitan
Kebangkitan kembali pemikiran timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid tersebut yang telah membawa kemunduran hukum islam. Muncul gerakan-gerakan baru diantara gerakan para ahli hukum yang menyatakan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah (Salaf). 

Sebenaranya pada periode kemunduran itu sendiri telah muncul beberapa ahli yang ingin tetap melakukan ijtihad, untuk menampung dan mengatasi persoalan-persoalan dan perkambangan masyarakat. Pada abad ke-14 muncul seorang mujtahid besar yang menghembuskan udara baru dan segar di dunia pemikiran agama dan hukum seperti, Ibnu Taimiyah (1263-1328), muridnya Ibn Qayyim Al-Jauziyah (1292-1356). Yang dalam pola pemikiran dilanjutkan pada abad ke 17 oleh Muhammad ibn Abdul Wahab (1703-1787). Yang terkenal dengan gerakan Wahabi, mempunyai pengaruh pada gerakan Padri (Minangkabau).

Dilanjutkan kembali pada Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) terutama lapangan politik yang memasyhurkan ayat Qur’an 13 ayat 11. “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”., untuk menggerakkan kembali umat Islam. Ia menilai karena penjajahan barat yang menyebabkan umat Islam mengalami kemunduran. Perjuangannya dilanjutkan oleh Muhammad Rasyid Ridho (1835).

Adapaun Ibnu Taimiyah membagi ruang lingkup agama Islam kedalam dua bidang besar ibadah dan muamalah. Pemikiran Ibnu Taimiyah dikembangkan lagi oleh Muhammad Abduh. Adapun perkembangan pemikiran Muhammad Abduh ada beberapa hal penekanan dalam pemikirannya. Diantaranya :

  1. Membersihkan Islam dari pengaruh-pengaruh dan kebiasaan di luar Islam.
  2. Mengadakan pembaharuan dalam sistem pendidikan terutama perguruan tinggi.
  3. Merumuskan dan menyatakan kembali ajaran Islam menurut alam pemikiran modern.
  4. Mempertahankan dan membela ajaran Islam dari pengaruh barat dan serangan agama lain.
  5. Membebaskan negeri-negeri yang berpenduduk Islam dari belenggu penjajah.
Mohammad Abduh melihat permasalahan pada sektor kehidupan umat Islam yang meliputi kehidupan sosial kemiskinan dan kebodohan yang merupakan sumber kelemahan umat dan masyarakat Islam. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan harus diperangi melalui pendidikan dan juga kebodohan dalam memahami ajaran dan hukum Islam. 

Perkembangan Tasyri Di Beberapa Negara Muslim
Dalam rangka kembali kepada hukum islam yang murni, Al-Quran dan Sunnah terdapat beberapa negara yang mulai menerapkan sistem hukum Islam sebagai pegangan yang dipergunakan umat Islam yaitu; Pertama, di negara Libya yang mulai merancang guna menerapkan hukum Islam dalam kesehariannya. Kedua, di negara Turki pemerintah mengumpulkan ulama-ulama besar yang menugaskan mereka untuk menyusun undang-undang dalam bidang muamalah madaniyah, dan hukum-hukum itu tidak harus diambil dari mazhab-mazhab yang terkenal saja, dan undang-undang tersebut dimuat dalam suatu kitab yang disebut Ahkamul ‘Adliyah.

Ketiga, pada tahun 1920 M pemerintah Mesir mengambil langkah baru dengan mengeluarkan undang-undang yang didalamnya terdapat beberapa hukum dalam bidang hukum keluarga yang menyalahi mazhab Abu Hanifah, yang diambil dari mazhab-mazhab empat yang lain, selanjutnya pada tahun 1929 pemerintah Mesir melangkah lebih jauh lagi, yaitu mengeluarkan undang-undang dalam bidang hukum keluarga yang menyalahi mazhab Abu Hanifah dan mazhab empat yang lain. Pada tahun 1936 pemerintah Mesir membentuk suatu badan yang terdiri dari para ulama dan sarjana hukum untuk membuat satu undang-undang yang lengkap dalam masalah hukum keluarga, wakaf, mawaris, wasiat, dan lain-lainnya dengan diberi hak dengan melepaskan diri dari mazhab tertentu dan mengambil dari pendapat-pendapat fuqaha Islam yang lebih sesusai dengan perkembangan masyarakat. Tidak hanya pada negara Islam saja, hukum Islam semakin berkembang pada dunia barat yang telah resah dengan sistem hukum sebelumnya yang mereka anut yaitu hkum barat yang dirasa kurang bisa memberikan suatu hal kehidupan yang baik bagi mereka. 

Transformasi Fikih Melalui Perundang-Undangan.
Transformasi fikih merupakan suatu peralihan hukum Islam ke dalam bentuk undang-undang yang ditarapkan sebagai hukum suatu positif dalam perundang-undangan ketatanegaraan. Contohnya, pemerintah Libya mengkodifikasikan seluruh hukum Islam kepada semua bidang kehidupan. Kemudian di Indonesia sendiri dengan disusun dan dikeluarkannya KHI yang mengatur tentang perkawainan, kewarisan, dan wakaf. Dalam penyusunan KHI sendiri tidak lepas dari hukum Islam itu sendiri.

Kesimpulan
Zaman renaissance meupakan zaman dimana bangkitnya kembali pemikiran-pemikiran mengenai hokum islam setelah mengalami kelesuan pada abad ke 4 M. di dalam zaman renaissance ini ulama memiliki peran yang sangat vital yaitu membangkitkan kembali hokum islam yang telah tertutup pintu ijtihadnya.

Perkembangan hokum islam dibeberapa Negara muslim berkembang dengan pesat. Ini terbuki dengan adanya trasformasi hokum islam melalui perundang-undangan sebagai aturan resmi ketatanegaraan dalam pengturan setiap aspek kehidupan. 

Pustaka
A.Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hokum-Hukum Allah (Syariah), (PT. Rajagrafindo Persada: Jakarta, 2002) 
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sedjarah Pertumbuha dan Perkembanagn Hokum Islam, (Bulan Bintang: Jakarta, 1970) 
Jaih Mubararok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, (PT. Remaja Rosda Karya:, Bandung, 2000) 
Moh. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Sejarah Timbul dan Berkembangnya Hukum Islam Dalam System Hukum di Indonesia, (Sinar Grafika: Jakarta, 2004) 
Moh. Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo: Jakarta,2006) 
M. Ali Hasan, Perbadingan Mashab, ( PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta, 1996)

No comments: